Cerpen terbaru berjudul Halusinasi
Cerpen Malam
HALUSINASI
Malam itu
terlihat sangat sunyi mencekam. Hanya terdengar suara teriakan jangkrik dan
burung malam yang membuat bulu kudukku merinding. Hujan gerimis di luar rumah
terlihat samar-samar dari balik jeendela kaca kamarku. Sesekali hembusan angin
malam bercampur sejuk menerpa di kulit ari tipisku membuat bulu kudukku
merinding kembali. Malam ini kelihatan aneh, tak seperti malam-malam biasanya
tidak ada satupun kendaraan yang lewat depan rumahku. Sementara dirumah hanya aku sendiri, kedua
orang tuaku sehari yang lalu pergi ke Maluku. Mereka dipindahkan bertugas
mengajar di pedalaman Papua.
Malam
semakin larut, jam dinding di kamarku sudah menunjukkan tepat jam sepuluh.
Hujan di luar rumah semakin deras, angin juga bertiup kencang ditambah suara
petir berarak kencang. Tiba-tiba lampu dirumahku padam. Sontak, jantungku
berdegup kencang, mataku melotot. Tubuhku gemetaran, aku benar-benar takut.
Ingin rasanya aku menjerit tapi percuma pasti tidak satupun yang bisa mendengar
karena rumahku jauh dari rumah-rumah warga yang lain. Tidak ada cahaya yang
datang, dunia seakan-akan gelap. Aku tidak bisa berjalan mencari penerangan,
penglihatanku gelap gulita seperti orang yang buta.
Hampir
sekitar tigapuluh menit berlalu, namun masih saja gelap karena seperti biasanya
lampu baru menyala besok pagi. Tiba-tiba percikan cahaya petir menyerlap
seketika, mataku pun tertuju di balik jendela kaca kamar. Bersamaan cahaya
petir itu aku melihat sesosok mahluk aneh berdiri di depan
jendela kaca kamarku. Detak jantungku berdegup semakin kencang, tubuhku juga
ikut gemetaran. Aku benar-benar takut apalagi terlihat samar-samar sosok
bayangan itu. Hanya diam, dia tidak melakukan apapun. Ku rasa dia sedang
memperhatikan kamarku. Melihat sampai aku lengah dan ia akan menyerangku dan
mencabik-cabik tubuhku. Aku hanya meringkuk di atas kasur dan menarik selimut
sampai menutup kepala, aku ketakutan, keluar keringat dingin sampai aku
tertidur menahaan ketakutan dan terjaga hingga pagi.
**** Di Kampus ***
“Hei...In, sepertinya kau kurang tidur lagi”.
“Ya, aku memang tidak tidur sama sekali, semalaman makhluk itu mengintaiku”
“ Makhluk apa?”
“Ada sesosok mahluk aneh semalam mengganguku?”
“Ah, kamu mengada-ngada saja, itu cuma ketakutanmu.”
“Mengada-ngada kamu bilang, mahluk itu ada dan selalu memperhatikanku
semalam”.
“Percayalah! Itu hanya halusinasi atau khayalanmu!”
“Apakah jika aku tewas nanti, baru kau percaya..lalu masih kau bilang khayalan
begitu?” dengusku kesal.
“ Bukan begitu maksudku tapi...hei kau mau kemana?”
Aku langsung meninggalkan Saiful berjalan menuju kantin di kampusku. Percuma menceritakan hal ini kepada Saiful. Setiap
kali aku membicarakan tentang makhluk itu pasti Saiful tidak pernah
mempercayainya. Lantas pada siapa aku akan bercerita. Pada Reza... ? ah tentu
saja tidak. Tapi cuma dia yang mau mendengarkan curhatku. Karena dia lah satu-satuya
orang yang dekat denganku dibanding Saiful yang selalu tidak mengindahkan
omonganku. Reza sudah seperti partnerku,
dia selalu mau mendengarkan apa yang ku katakan. Hanya kali ini aku belum
melihat batang hidungnya. Padahal dia selalu datang lebih awal daripada kami.
Barangkali dia masih dalam perjalanan menuju ke kampus soalnya tadi sebelum
berangkat dia sudah menghubungiku bahwa dia akan ke kampus juga. Pucuk dicinta
ulam pun tiba itulah pribahasa yang tepat untuk Reza temanku, orang yang ku
cari-cari akhirnya sampai juga. Kami pun langsung menuju ke kelas karena waktu
perkuliahan sebentar lagi mulai.
Hari ini memang melelahkan, jadwal kuliah yang padat ditambah tugas yang diberikan
oleh dosen, sungguh menjadi beban pikiran buatku. Bagaimana tidak? Hampir semua
dosen memberikan tugas kepada kami. Kami
harus kerja ekstra keras untuk mengerjakan semua tugas yang diberikan.
Sampai-sampai aku harus pulang agak malam, untuk mengerjakan tugas tersebut
sepulangnya dari kuliah bersama Reza dan Saiful.
Malam pun semakin larut, malam ini aku masuk ke kamar kira-kira jam
sepuluhan. Aku begitu lelah, bagaimana tidak, tugas-tugas kuliahku sudah
seperti gunung, saking menumpuknya. Apalagi ditambah aku tidak bisa tidur
selama beberapa malam dikarenakan bayangan itu selalu ada dan menghantuiku. Makhluk
itu telah membuatku tak bisa tenang untuk memejamkan mata. Barangkali adikku pasti
merasakan juga hal yang sama sebelum kematian menjemputnya. Ku hempaskan tubuhku
yang hampir tak berdaya dan hendak memejamkan mata. Kocoba untuk memejangkan
mataku, namun sekilas aku melihat bayangan tepat di kaca jendela kamarku. Makhluk
itu datang lagi. Jantungku spontan berdetak kencang, keluar keringat dingin,
aku sangat takut. Mengpa mahluk itu selalu datang, hadir, dan menggangu hidupku.
Oh Tuhan sampai kapan ini akan berakhir. Apakah malam ini aku tidak bisa tidur
lagi?. Aku tidak berani keluar dari kamarku. Bahkan sekadar menelpon seseorang
untuk meminta bantuan pun aku tak bisa. Tanganku gemetaran, sampai-sampai
tubuhku terasa lemas serasa mau pingsan saja. Aku takut ia tahu dan marah lalu dia
akan menyerangku. Lagi pula siapa yang akan percaya denganku, Saiful temanku, tidak
mungkin dia percaya dengan apa yang kukatakan dan kualami. Teman-temanku hanya
mentertawakanku dan mengolok-olok aku. Seperti biasa aku hanya ketakutan di
atas kasur, menarik selimut dan bersembunyi di dalamnya. Aku hanya menutup
mata, biar bayangan mahluk itu menghilang dari penglihatan berharap tertidur
sambil menunggu hingga datangnya pagi.
Hampir empat malam sudah aku tidak bisa tidur nyenyak. Malam-malamku hanya
diteror mahluk yang menyeramkan itu. Kepalaku terasa sangat pusing. Mataku juga
sembab akibat kurang tidur. Ku putuskan untuk tidak ke kampus dulu hari ini.
Tok...tok...tok.. terdegar suara ketukan pintu. Sontak aku terkejut,
keringat dingin mulai terasa, jantungku bedetak kencang. Ya Allah lindungi
hamba. Dengan langkah perlahan aku berjalan menuju arah ketukan untuk membuka
pintu. Ku buka tirai kaca rumahku, kintip perlahan-lahan. Oh...ternyata temanku
Reza yang datang. Aku mengusap dada, jantung mulai berdetak normal kembali.
“Indra, kau kenapa? Kamu terlihat pucat sekali, tanganmu gemetaran” ujar si
Reza langsung merangkulku.
“Saiful bilang kamu sudah tidak bisa tidur beberapa malam ini, ada apa? Apa
yang menyebabkanmu sampai begini?”
Reza melepaskan rangkulannya lalu menatapku dengan melemparkan
pertanyaan-pertanyaan kepadaku.
Reza adalah temanku yang paling akrab dan mau mendengarkan curhatku, tapi
terkadang dia juga bosan dengan jawabanku yang itu-itu saja...ujarnya. Kami
sudah berteman sejak masih kecil hingga kami sudah kuliah.
“Kalau aku ceritakan kepadamu apakah kau akan percaya za? Dan bukankah Kau
sudah tahu apa masalahku?”
“Kau tidak bisa tidur karena kamu merasa ada sesuatu yang mengintaimu,
bukan?”
“Bukan merasa, tapi memang kenyataanya mahluk itu ada dan salalu
mengganguku”
“Okelah...cukup In, aku sudah tau...! “kamu kelihatan lelah, matamu merah, kamu
kelihatanya kurang tidur lebih baik kamu istirahat, tidurlah! aku ada di sini dan kebetulan aku ingin
menonton DVD, nanti sore aku baru pulang.
“Baiklh za, aku tidur dulu, jngan lupa bangunkan aku jika kamu sudah mau
pulang”
Ku rasa saatnya waktu yang tepat untuk beristirahat. Lagi pula ada Reza
yang sedang menonton DVD di sini. Rasanya Itu sudah cukup memberiku sedikit rasa
aman. Meskipun harus kupastikan terlebih dahulu sebelum tidur, apakah ada
bayangan mahluk aneh itu di bawah pintu. Sebenarnya makhluk itu hanya muncul
pada malam hari saja, tapi tetap saja aku tidak bisa tidur jika dalam keadaan
sendiri.
Jam menunjukkan pukul setengah lima sore, saat aku bangun aku melihat Reza
masih asyik menonton. Sepertinya film itu membuat Reza betah karena kulihat
dari awal sampai aku terbangun dia belum beranjak sedikit pun. Dia sangat fokus
menontot film itu.
“Kau sudah bangun In? gimana keadaanmu sekarang?”
“Agak mendingan! Dengan tidurku sedikit membuat aku tenang, tapi sosok
mahluk itu selalu hadir dalam pikiranku”. Jawabku singkat lalu duduk di
sebelahnya sambil melihat film action yang
diputarnya.
“Kenapa kamu nggak keluar dari rumah ini, kamu kan bisa ngekos, apalagi
jarak rumahmu dari kampus juga lumayan jauh. Kemudian rumahmu juga jauh dari
rumah-rumah warga.
“Enggak Za.., aku disuruh kedua orang tuaku untuk menjaga rumah ini. Sementara
kedua orang tuaku berada di Maluku bekerja menjadi guru di sana.
“Lalu, bagaimana dengan makhluk seram yang sering mengganggumu itu?”
“Entahlah, yang pasti aku akan berusaha untuk bertahan di sini”
“Okeylah, hmm..
“Bagaimana kalau malam ini kamu tidur di rumahku saja? Please....???
“In, sebenarnya aku ingin sekali menemanimu malam ini. Tapi, masih ada
pekerjaan yang harus ku selesaikan. Kamu juga tahukan kalau malam-malam aku
sibuk berjualan membantu ibuku. Nanti jika aku sudah selesai aku akan kesini
lagi menemanimu”.
“Enggak apa-apa Re, dak bisa juga gak apa-apa. Kamu sudah menemaniku seharian
tadi, aku sudah berterima kasih dan senang. Setelah kamu selesaikan pekerjaanmu
membantu ibumu istirahatlah dirumahmu saja. Aku akan baik-baik saja “
“Okelah klau begitu, aku pamit pulang. Jangan lupa hubungi aku kalau
terjadi sesuatu padamu”.
Hari mulai gelap, bunyi jangkrik sudah menyapa malam. Cuaca malam ini tidak
bersahabat, di luar rumah gerimis membasahi bumi. waktu yang mendebarkan akan
segera tiba. Setelah selesai makan malam, bergegas ku kunci semua pintu rumahku
setelah itu aku segera masuk ke kamar. Ku rebahkan tubuhku di kasur sementara
lampu kamarku sudah ku off kan sambil
sesekali melihat di bawah celah pintu dan jendela kaca kamarku. Sepertinya
makhluk aneh itu belum muncul. Ku perhatikan terus dan aku langsung terkejut
mahluk itu datang kembali. Hawa dingin bercampur rasa takut menyelimutiku.
Sebuah pikiran terlintas di kepalaku untuk mengakhiri semua ini. Aku capek, aku
muak...aku harus mengakhiri semua ini. Ku ambil sebuah gunting di dalam laci. Aku
akan keluar untuk membunuh mahluk aneh itu. Aku tidak ingin lagi diteror
setiap malam oleh mahluk terkutuk itu.
Meskipun aku tak tahu makhluk apa itu dan apakah akan mempan membunuhnya
dengan senjata manusia. Yang ada di pikiranku saat ini adalah makhluk itu atau
aku yang mati. Aku beranjak dari tempat tidurku dan berjalan perlahan. Ku
dengar suara geramannya semakin jelas. Rupanya dia tahu aku akan melawannya.
Sekuat tenaga aku lawan rasa takut itu bagaimana pun makhluk itu harus mati di
tanganku. Ku genggam gagang pintu dengan cepat kubuka pintu kamarku dan ku tancapkan
gunting yang ku pegang bertubi-tubi ke arah mahluk jahanam itu. Dari situ
terjadi perlawanan yang dahsyat, perlawanan yang menghabiskan tenagaku, karena
rasa ketakutan, kebencian dan amarahku sudah ku luapkan. Ku lihat mahluk
terkutuk itu tersungkur akibat tusukan gunting yang bertubi-tubi dari genggaman
tanganku. Aku tersenyum puas, namun yang anehnya mahluk terkutuk itu menghilang bagai ditelan bumi. Mahluk itu
sirna, entah kemana. Aku heran, dan seketika kepalaku pusing, sakit sekali,
sampai-sampai aku tersungkur dan pingsan.
Keesokan harinya aku tersadar, badanku sangat lelah sekali seperti habis
beraktivitas seharian. Aku baru sadar aku pingsan dan tergeletak semalaman di
depan pintu kamarku. Ya Allah..apa yang terjadi padaku?. Apa yang terjadi
semalam? Apa yang terjdi dengan mahluk itu? Apakah aku bermimpi? Apakah aku
berhalusinasi?
Sang surya pun sudah menampakkan wujudnya pertanda pagi sudah menyapa.
Bergegas aku menuju kamar mandi, karena hari ini ada jadwal kuliah pagi.
Sesampai di kampus, Saiful dan Reza sudah tiba, sementara dosen yang mengajar
belum datang. Aku menceritakan apa yang ku alami semalam, Resa hanya tersenyum
sementara Saiful berkata, “bukankah sudah ku katakan itu hanya halusinasimu
saja”. Memang benar apa yang dikatakan temanku Saiful bahwa semua itu hanyalah
sebuah halusinasi belaka. Rasa takutku yang berlebihan sampai-sampai
mengalahkan akal sehatku. Semenjak kejadian itu, malam-malamku tidak dipenuhi
rasa ketakutan lagi. Teror mahluk menakutkan itu sudah sirna dalam pikiranku. Aku
sudah bisa tidur nyenyak. Aku tidak takut lagi karena mahluk itu sudah lenyap
dari pikiranku. Lenyap seperti ditelan bumi
-The End-
BIOGRAFI SINGKAT
PENULIS
Indra Erdinata, dilahirkan 25 November
1987 di Sambas, Pontianak (Kalimantan Barat). Masih menempuh pendidikan S1 di
STKIP Singkawang program studi Bahasa dan Sastra Indonesia.
Sekarang menjadi tenaga honorer di
sekolah dasar, (2013-2015), kemudian menerbitkan cerpen pertamanya yang
berjudul Halusinasi (2015).
Comments
Post a Comment