Analis Novel Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari meggunakan teori Sigmund Freud
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab IV ini merupakan hasil dan pembahasan dari penelitian atau merupakan paparan data tentang kepribadian tokoh yang terkandung dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak. Berdasarkan hasil analisis, maka peneliti dapat menguraikan data tersebut dalam rangkaian paparan berikut ini.
4.1 Penyajian Data (Alur Cerita)
Desa Tanggir yang sedang berubah itu muncul kemelut akibat pemilihan kepala desa yang tidak jujur. Pak Dirga yang terpilih menjadi kepala desa yang baru mempunyai tokoh yang tidak baik, suka berjudi, korupsi, egois dan gemar berganti istri. Semenjak ia menjabat menjadi kepala desa yang baru roda pemerintahan tidak dijalankannya dengan baik dan mengalami berbagai macam kecurangan. Pambudi, pemuda Tanggir yang mempunyai tokoh sangat baik, jujur, suka menolong yang bermaksud menyelamatkan desanya dari kecurangan kepala desa malah tersingkir ke kota Yogya. Perlawanan Pambudi untuk mengungkap kebenaran begitu sulit dilakukan. Pak Dirga mempunyai banyak cara untuk menyingkirkan orang-orang yang berani menentangnya. Di kota pelajar itu Pambudi bertemu teman lama yang memintanya meneruskan belajar sambil bekerja di sebuah toko. Melalui persuratkabaran, Pambudi melanjutkan perlawananannya terhadap kepala desa Tanggir yang curang dan untuk membuktikan siapa yang benar dan siapa yang salah atas tuduhan pencurian kas desa. Perlawanan Pambudi pun akhirnya membuahkan hasil dan Pak Dirga dilaporkan kepada pihak yang berwajib atas penyalahan wewenang. Di saat Pambudi sudah berhasil melawan kepala desa Tanggir ia kehilangan gadis sedesa yang dicintainya, tetapi kisah percintaan Pambudi tidak sampai berhenti di tengah jalan, ia pun mendapat ganti anak pemilik toko tempat ia bekerja, yaitu Mulyani.
4.2 Analisis Data
Dalam BAB IV ini dikemukaka tentang analisis data dan pembahasan temuan penelitian kepribadian tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari. Seperti yang telah eneliti kemukakan di dalam BAB III teknik pengumpul data yang digunakan teknik struktur dokumenter dn dat yang terkumpul dalm peneliian ini diperoleh dengan cara peneliti sendiri sebagai instrumen kunci. Adapun teknik analisis datanya berupa, membaca novel secara berulang-ulangg, memahami teks novel secaa keseluuhan, mengklasifikasi data sesuai permasalahan, mendeskripsikan, menginterprestasi data, melakukan truangulasi dan menyimpulkan hasil penelitian sehingga diperoleh deskripsi dan intrepretasi dri kepribadian tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari. Berikut dijelaskan analisis data dan pembahasan hasil dalam penelitian ini.
Id Tokoh dalam Novel Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari
Salah satu bagian terpenting dari suatu organisme adalah sistem saraf yang memiliki karakter sangat peka terhadap apa yang dibutuhkan. Ketika manusia lahir, sistem sarafnya sedikit lebih baik dari binatang lain. Itulah yang dinamakan id. Sistem saraf, sebagai id, bertugas menerjemahkan kebutuhan atau organisme menjadi daya-daya motivasional yang disebut insting atau nafsu. Id adalah energi psikis dan naluri yang menekankan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar seperti kebutuhan: makan, seks menolak rasa sakit atau tidak nyaman (Minderop, (2013: 21).
Id merupakan sistem kepibadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id kemudian muncul ego dan superego. saat dilahirkan id berisi semua aspek psikologik yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drivers. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious, mewakili subjektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Menurut Freud (2016:91) id merupakan alam bawah sadar adalah sumber dari motivasi dan dorongan yang ada dalam diri kita, apakah itu hasrat yang sederhana seperti makanan atau seks, daya-daya neorotik, atau motif yang mendorong seorang seniman atau ilmuan untuk berkarya.
Id merupakan alam bawah sadar yang dimiliki seseorang. Alam bawah sadar/dunia seseorang berusaha menginginkan kepuasan, nafsu, lapar, seks, serta menghilangkan rasa sakit. Id berkonsep kepada alam bahwa sadar/dunia seorang yang harus dipenuhinya. Sebagai contoh, pertama seorang pengarang yang berkeinginan menciptakan suatu karya, maka ia harus mencipta karya sehingga ia memperoleh sesuatu yaitu suatu hasil buah pikirnya yang berwujud karya sastra.
Dengan kata lain, fungsi id pada contoh tesebut ialah berusaha untuk memenuhi keinginan nafsunya untuk membuat sebuah karya sastra. Kedua, Jika sesorang merasa merindukan keluarganya maka ia harus menemuinya. Itulah fungsi id, sebuah kebutuhan yang ada dalam dirinya harus dipenuhi, agar semua beban yang ada dipikirannya hilang. Karena fungsi id ini juga untuk menghilangkan rasa sakit.
Jadi dapat disimpulkan bahwa id adalah sistem kepribadian yang asli dibawa sejak lahir. Id merupakan alam bawah sadar seseorang yang berusaha memenuhi kebutuhan atau organisme menjadi daya-daya motivasional yang disebut insting atau nafsu. Dari id ini kemudian muncul ego dan superego yang akan membentuk suatu totalitas kepribadian manusia. Berdasarkan uraian di atas peneliti menggolongkan aspek id sebagai berikut:
4.2.1.1 TOKOH PAMBUDI
4.2.1.2 PERASAAN SENANG DAN NYAMAN
Senang adalah keadaan atau perasaan dimana seseorang merasakan ringan, gembira, nyaman dan kepuasaan. Senang juga merupakan perasaan lega karena terlaksana atau terpenuhnya kegiatan yang diinginkan. Sedangkan nyaman adalah perasaan kondisi dimana kita merasa diri kita dihargai, merasa aman, senang dan tidak ada beban pikiran. Berikut ini adalah kutipan id:.
“Alangkah nyaman hari-hari berikutnya terasa oleh Pambudi. Kenyataan bahwa sekarang ia menjadi pengangur, tidak mengurangi cerahnya perasaan. Pambudi benar-benar menikmati suasana yang sulit digambarkan. Satu-satunya yang menggangu ketentraman hatinya adalah kenyataan bahwa antara dirinya dan Pak Dirga telah terbentang garis ketidakcocokan”. (Ahmad Tohari, 2015:28)
Dari kutipan di atas, jelas adanya aspek id dalam diri Pambudi ketika Pambudi merasakan kenyaman hidup yang dijalaninya. Pambudi benar-benar menikmati suasana yang sulit ia gambarkan. Hal tersebut dapat diperjelas dalam kutipan berikut:
Pambudi tidak bisa mengatakan mengapa di pagi hari itu ia merasa begitu tentram.. Padahal ia telah menulis surat kepada Pak Dirga. Pambudi menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan lumbung koperasi desa. (Ahmad Tohari, , 2015:27)
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek Id pada tokoh Pambudi ketika ia merasakan ketentraman dalam hidupnya karena ia memutuskan untuk memundurkan diri dari kepengurusan lumbung koperasi desa. Hal itu dilakukan Pambudi karena semenjak ia bekerja di lumbung desa ia difitnah mencuri uang kas desa.
4.2.1.3 RINDU
Rindu merupakan memilik keinginan yang kuat untuk bertemu (hendak pulang ke kampung halaman). Berikut ini adalah kutipn id:
Sudah dua belas hari Pambudi meninggalkan Tanggir. Dan sekarang untuk kedua kalinya ia hendak kembali ke sana. Sanak famili Mbok Ralem serta kedua orang anaknya pasti menunggu-nunggu kabar dari Yogya. Pikiran Pambudi terasa enteng (Ahmad Tohari,2015:46).
kutipan di atas menunjukakan adanya aspek id pada tokoh Pambudi ketika ia merasa rindu terhadap keluarga mbok Ralem di desa Tanggir karena sudah dua belas hari ia meninggalkan kedua anak mbok Ralem di Tanggir.
Menentukan Motivasi
Motivasi suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseornag melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Berikut ini adalah kutipan id:
Kalau begitu aku harus menentukan motivasi baru dalam hidupku ini,” bisik Pambudi pada hatinya sendiri. “Apa dan bagaimana motivasi yang baru itu, itulah masalahnya. Ayam-ayamku telah memberi enam puluh butir telur setiap hari. Aku memiliki pengetahuan dasar yang lumayan untuk berusaha sebagai petani yang maju. Jadi aku sama sekali tidak berkecil hati terhadap masa depanku sendiri. Dan rasanya, bukit Cibalak dengan segaala kehidupan yang mengelilinginya sudah menjadi sebagian dari hidupku. Bahkan di Tanggir ini hidupku diperanak dengan bumbu kecintaan terhadap –ya-Sanis! Tetapi aku harus berpikir lebih jauh. Nyatanya keadaan sekarang sangat menggangu ketentraman hidup ayahku, dan aku sungguh-sungguh maklum. (Ahmad Tohari, , 2015:95)
Berdasarkan kutipan di atas menunjukkan aspek id tokoh Pambudi ketika ia ingin menentukakan motivasi dalam hidupnya untuk rencana ke depannya. Pambudi berpikir lebih jauh untuk masa depannya tanpa menggangu ketentraman hidup ayahnya.
TOKOH PAK DIRGA
Keinginan Yang Kuat
Keinginan yang kuat merupakan dasar penggerak untuk melakukan tindakan. Keinginan merupakan penggerak yang sagat besar dari pikiran. Dimana mengubah kehendak dan kekuatan seseorang menjadi tindakan. Keinginan merupakan dasar dari seluruh tindakan, perasaan, serta emosi. Berikut ini adalah kutipan id:
“Dengarla, anak muda, pertama-tama kukatakan kepadamu bahwa inilah kesempatan yang dapat kauambil untuk mendapat keuntungan yang besar. Marlah kita bekerja sama. Kau tau, uang yang dijanjikan pemerintah sebesar 2.000 rupiah untuk tiap batang kelapa yang tergusur, akan lambat datangnya. Uang milik koperasi dapat kita pakai dulu utnuk membayarkan ganti rugi kepada pemilik pohon kelapa.(Ahmad Tohari,2015:25)
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek id pada tokoh Pak Dirga ketika ia berkeinginan kuat untuk mengakali Pambudi agar dapat bekerja sama untuk melakukan tindakan korupsi. Pak Dirga terus merayu Pambudi untuk menuruti segala keinginannya, namun Pambudi tidak terpengaruh untuk melakukan tindakan yang keji itu.
TOKOH MBOK RALEM
Keinginan yang kuat
Keinginan yang kuat merupakan dasar penggerak untuk melakukan tindakan. Keinginan merupakan penggerak yang sangat besar dari pikiran. Dimana mengubah kehendak dan kekuatan seseorang menjadi tindakan. Keinginan merupakan dasar dari seluruh tindakan, perasaan, serta emosi. Berikut ini adalah kutipan id:
Aku ingin segera sembuh, Nak. Leherku makin lama makin tercekik rasanya. (Ahmad Tohari, 2015:20)
kutipan di atas menunjukkan aspek Id pada tokoh Mbok Ralem ketika ia berkeinginan kuat untuk segera sembuh dari penyakitnya.
TOKOH PAK BARKAH
Minat
Minat merupakan dorongan atau keinginan seseorang pada objek tertentu. Berikut ini adalah kutipan id:
Harian Kalawarta memasang iklan yang dipesan Pambudi pada halaman pertama. Hal itu menunjukkan minat Pak Barkah terhadap usaha yang sedang dilakukan oleh anak muda dari Tanggir. (Ahmad Tohari, 2015:43)
Dari kutipan di atas menunjukkan aspek Id pada tokoh Pak Barkah ketika ia berminat terhadap usaha yang dilakukan Pambudi anak muda Tanggir. Minat Pak Barkah terhadap anak muda tesebut karena Pambudi berusaha untuk memasang iklan untuk menolong penyakit yang di derita mbok Ralem.
TOKOH MULYANI
Belum Puas
Belum puas merupakan perasaan hati yang tidak menyenangkan dan belum terpenuhi harsyat hati untuk mencapainya. Berikut ini adalah kutipan id:
Mulyani hendak menahan Pambudi agar tetap duduk. Ia merasa belum puas karena belum sempat menyampaikan hal yang amat penting baginya.( Ahmad Tohari,( , Ahmad Tohari, 2015:163)
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek id yang dialami oleh Mulyani ketika ia belum puas untuk menyampaian hal yang amat penting kepada Pambudi. belum puas yang dirasakan Mulyani karena keingianan hatinya belum terpenuhi. Ia ingin menyampaikan sesuatu dari lubuk hatinya bahwa ia suka terhadap Pambudi.
Ego Tokoh dalam Novel Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari
Ego merupakan kepribadian yang berkembang dari id. Ego dalam kepribadian yang dimiliki manusia berfungsi untuk memenuhi kebutuhan id, tetapi ego dalam bekerja memuaskan id yaitu kepuasaan yang ada dalam bawah sadar manusia harus patuh terhadap realitas di sekitarnya. Ego terperangkap di antara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga serta patuh pada prinsip realitas dengan mencoba memuhi kesenangan individu yang dibatasi oleh realitas. Ego berada di antara alam sadar dan bawah sadar.
Menurut Alwisol, (2009:15) ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian yang memiliki tugas utama. Pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Dengan kata lain ego adalah ekskutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan berkembang mencapai kesempurnaan dari superego. ego adalah sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari id.
Sebagai contoh ego ibarat seorang pria yang mencintai seorang wanita. Ia kagum akan kecantikannya dan seluruh fisiknya, namun disisi lain pria itu sadar bahwa wanita itu masih belum dewasa. Namun di dalam benak/batin pria benar-benar mencintai wanita itu. Fungsi ego yang terdapat dalam contoh tesebut adalah berusaha untuk mencintai wanita, tetapi disisi lain keadaan tidak mendukungnya untuk selalu bersama wanita itu. Karena prinsip ego berdasarkan contoh tersebut berada diantara alam sadar dan alam tidak sadar, dengan kata lain ego berusaha mencintai wanita tetapi keadaan/realita yang terjadi tidak mendukungnya
Ego merupakan kepribadian yang bersifat “keakuan” berdiri di tengah-tengah kekuatan dahsyat: realitas; masyarakat, sebagaimana yang direpsentasikan oleh id. Ketika terjadi konflik di antara kekuatan-kekuatan ini untuk menguasai ego, maka sangat bisa dipahami kalau ego merasa terjepit dan terancam. Perasaan terjepit dan terancam ini disebut kecemasan. Menurut Freud (dalam Ferdinand Zaviera, (2016:97) ada tiga jenis kecemasan:
Kecemasan Realistik, dalam kehidupan sehar-hari, keceman jenis ini kita sebut rasa takut. Contohnya sangat jelas, jika saya melempar ular ke depan Anda, Anda pasti mengalami kecemasan realistik ini.
Kecemasan moral. Ini akan kita rasakan ketika ancaman datang bukan dari luar, dari duni fisik, tapi dari dunia sosial superego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri kita. Kecemasan moral ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah, atau rasa takut mendapat sanksi
Kecemasan neurotik. Perasaan takut jenis ini muncul akibat rangsangan-rangsangan id. Kalau Anda pernah merasakan “kehilangan id”, gugup, tidak mampu mengendalikan diri, perilaku, akal, dan bahkan pikiran Anda, maka Anda saat itu sedang mengalami kecemasan neurotik. Neurotik adalah kata Latin dari perasaan gugup.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ego merupakan kepribadian yang dimiliki manusia berfungsi untuk memenuhi kebutuhan id, tetapi ego bekerja untuk memuaskan id yaitu kepuasaan yang ada dalam bawah sadar manusia harus patuh terhadap realitas di sekitarnya, apakah kebutuhan tersebut bisa terpenuhi atau tidak dan harus berdasarkan kepada realitas. Berdasarkan uraian di atas penulis menggolongkan aspek ego sebagai berikut.
TOKOH PAMBUDI
Kecemasan Realistik
Kecemasan Realistik, dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan jenis ini kita sebut rasa takut. Takut adalah suatu mekanisme perthnan hidup dasar yang terjadi sebagai respon terhadap suatu stimulus tertentu, seperti rasa sakit atau ancaman bahaya. Berikut ini adalah kutipan ego:
Terkadang Pambudi bertanya kepada diri sendiri, mengapa ia tidak berbuat seperti Poyo, teman sejawat dalam pengelolaan lumbung desa itu. Poyo hidup dengan sejahtera bersama istri dan anak-anaknya. Rumah mereka sudah ditembok. Belum lama ini Poyo membeli sebuah sepeda motor. Pambudi tahu persis mengapa sejawatnya bisa memperoleh semua itu. ia bekerja sama dengan Lurah, misalnya memperbesar angka susut guna memperoleh keuntungan berton-ton padi. Atau mereka bersekongkol dengan para tengkulak beras dalam menentukan harga jual padi dalam lumbung koperasi. (Ahmad Tohari, 2015:18)
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek ego yang dimiliki tokoh Pambudi ketika ia bertanya kepada dirinya sendiri mengapa ia tidak berbuat seperti Poyo dalam pengelolaan Lumbung desa. Poyo hidup sejahtera bersama istri dan anaknya. Namun Pambudi sadar cara poyo mendapatkan itu semua karena ia bekerja sama dengan lurah. Misalnya memperbesar angka susut. Oleh sebab itulah Pambudi takut untuk megikuti cara poyo dalam pengelolaan lumbung desa. ia takut akan mendapatkan sangsi atau hukuman dari Tuhan. Bahwa mencuri uang kas desa adalah perbuatan dosa.
RASIONALITAS (KEBOHONGAN)
Rasionalisasi adalah pendistorsian kognitif terhadap “kenyataan” dengan tujun kenyataan tersebut tidak lagi memberi kesan menakutkan. Kita kerap melakukan hal ini secara sadar ketika kita mencoba memaafkan diri sendiri dari kesalahan dengan menyalahkan orang lain begitu mudah dilakukan. Dengan kata lain, banyak di antara kita yang dengan mudah membohongi diri sendiri. Berikut ini adalah kutipan Ego yang berhubungan dengan rasionalisasi (kebohongan):
Pambudi tersenyum ringan bila teringat cara sanis menggulirkan bola matanya. Namun tiba-tiba Pambudi mengutuki dirinya, “tolol dan naif aku ini. Sanis, betapun juga masih tetap seorang bocah.ia masih pantas, amat pantas,berlenggak-lenggok di atas sepeda di atas sepada jengkinya. Sanis masih senang bergerombol dan berebut jambu bol bersama teman-temannya. Mengapa aku ini?. (Ahmad Tohari, 2015:42)
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek ego pada tokoh Pambudi. Aspek ego pada kutipan di atas menunjukkan adanya rasionalitas/kebohongan yang dilakukan Pambudi. tokoh Pambudi memang suka terhadap Sanis tetapi ia membohongi dirinya bahkan mengutuki dirinya dengan kata tolol dan naif dengan alasan Sanis masih seorang bocah. Hal tersebut dapat diperjelas dalam kutipan berikut:
“nyatanya.”sambung Pambudi,”aku sudah terjebak dalam sikap munafik. Sanis itu! Aku selalu teringat padanya, aku menyenanginya dan dia sama sekali belum dewasa. Sekarang aku harus memilih:melepaskan keyakinan buruknya kawin muda atau sebaliknya, melepaskan harapan atas sanis. Kedua-duanya tidak akan kupilih, melainkan mengadakan kompromi antara dua kutub itu. Barangkali itu lebih baik. Aku akan menunggu empat-lima tahun lagi sampai Sanis benar-benar dewasa, kemudian mengawininya. Tetapi sungguh tidak gampang menjaga dan menunggu gadis secantik Sanis sampai ia tumbuh dewasa.ini Desa Tanggir, dan bukan hanya aku seorang yang senang pada anak Pak Modin itu. Bambang, Sumbodo, putra Camat misalnya, sering naik vespa ke Tanggir karena ingin melihat Sanis. Memang hanya kabar burung tetapi aku cukup memperhitungkannya.( Ahmad Tohari, 2015:74).
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek ego pada tokoh Pambudi. aspek ego muncul karena adanya pertahanan diri yang dilakukan pambudi, ia membohongi dirinya sendiri dan bersikap munafik terhadap Sanis. Dalam pikiran Pambudi ia harus menentukan apakah ia harus kawin muda atau melepaskan sanis. Sanis yang belum dewasa membuat Pambudi berkecil hati, namun kecantikkan Sanis membuat hati Pambudi luluh.
4.3.3 TOKOH PAK DIRGA
4.3.3.1 Kecemasan Moral
Kecemasan moral. Ini akan kita rasakan ketika ancaman datang bukan dari luar, dari duni fisik, tapi dari dunia sosial superego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri kita. Kecemasan moral ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah, atau rasa takut mendapat sanksi. Rasa malu adalah seseorang yang merasa tidak enak hati (hina, rendah, dsb) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan, dsb). Berikut ini adalah kutipan ego:
Pak Dirga sebaliknya, kulit mukanya terasa seperti dijerang di atas api. Panas, malu. Ia tidak berhasil menundukkan Pambudi, padahal rencana yang dirahasiakn sudah terlanjur diberitahukan kepada anak muda itu.( Ahmad Tohari,(Ahmad Tohari, 2015:26)
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek ego yang dialami tokoh Pak Dirga ketika merasa malu terhadap Pambudi, karena ia tidak berhasil menaklukannya, padahal rencana yang dirahasiakan sudah terlanjur diberitahukan kepada Pambudi.
Kecemasan Realistik
Kecemasan Realistik, dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan jenis ini kita sebut rasa takut. Takut adalah suatu mekanisme perthnan hidup dasar yang terjadi sebagai respon terhadap suatu stimulus tertentu, seperti rasa sakit atau ancaman bahaya. Berikut ini adalah kutipn ego:
Pak Dirga menyembunyikan kagetnya dengan cepat-cepat menyalakan rokok. Ia tidak akan mengira akan dikejar pertanyaa yang menyelidik semacam itu.( Ahmad Tohari,2015:24)
kutipan di atas muncul aspek ego yaitu kecemasan realistik pada tokoh Pak Dirga ia merasa kaget ketika Pambudi memberikan pertanyaan yang menyelidik bahwa Pambudi mengetahui kecurangan Pak Dirga atas penyalahgunaan kas desa.
Berdasarkan penjalasan tesebut kaget merupakan sesorang yangsedang terperanjat, terkejut (karena heran). Kaget yang dialami seorang mengakibatkan ia menjadi takut terhadp lawannya.
TOKOH MBOK RALEM
4.4.4.1 Kecemasan Realistik
Kecemasan Realistik, dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan jenis ini kita sebut rasa takut. Takut adalah suatu mekanisme pertahanan hidup dasar yang terjadi sebagai respon terhadap suatu stimulus tertentu, seperti rasa sakit atau ancaman bahaya. Berikut ini adalah kutipan ego:
Memang demikian, Nak seandainya masih ada sesuatu yang dapat kujual, pasti aku takkan meminjam padi di sini. Aku takut nanti tak mampu mengembalikankanya. (Ahmad Tohari, 2015:20).
Kutipan di atas menunjukkn aspek ego terhadap tokoh mbok Ralem ketika ia takut karena tidak mampu mengembalikan pinjaman padi. Ketakutan mbok Ralem untuk meminjam padi karena tidak mampu untuk membayarnya apabila ia meminjamnya. Mbok Ralem merupakan perempuan yang hidup miskin dan sering sakit-sakitan. Ia hanya penjual gula aren untuk mencukupi hidup anak-anaknya.
Kecemasan moral
Kecemasan moral. Ini akan kita rasakan ketika ancaman datang bukan dari luar, dari duni fisik, tapi dari dunia sosial superego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri kita. Kecemasan moral ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah, atau rasa takut mendapat sanksi. Berdasarkan penjelasan di atas muncul aspek ego dalam kutipan novel yaitu takut mendapat sanksi. Takut mendapat sanksi merupakan
Aku takut kau membawa perintah dari lurah untuk menghukumku. Kemarin dulu sebelum aku meninggalkan Balai Desa kudengar Pak Lurah marah-marah. Pastilah gara-gara aku, bukan?( Ahmad Tohari, 2015:29)
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek ego terhadap tokoh mbok Ralem ketika dia takut terhadap perintah Pambudi. mbok ralem takut karena dia tidak ingin mendapatkan sebuah hukuman
4.4.4.3 Kecemasan Neorotik
Perasaan takut jenis ini muncul akibat rangsangan-rangsangan id. kalau anda pernah mencoba “kehilangan id”, gugup, tidak mampu mengendalikan diri, perilaku, akal. Neorotik adalah kata lain dari perasaan gugup. Gugup adalah berkata dalam keadaan tidak tenang, gagap, sangat tergesa-gesa, bingung. Berikut ini kutipan yang menunjukan aspek ego yang berhubungan dengan kecemasan neorotik:
Seumur hidupnya Mbok Ralem belum pernah melihat tumpukkan uang sebanyak yang disodorkan oleh Pak Barkah ketika itu. Ia menggigil karena bingung, karena tidak mengerti. Perempuan itu takkan bisa mengerti apa itu iklan, atau itu yang disebut dompet sumbangan.( Ahmad Tohari, 2015:52)
Berdasarkan kutipan di atas menunjukkan aspek ego terhadap tokoh mbok Ralem ketika ia menggigil karena bingung karena tidak mengertii. Mbok Ralem bingung karean tidak mengerti apa itu iklan atau dompet sumbangan.
4.4.5 TOKOH PAK BARKAH
4.4.5.1 Kecemasan Moral
Kecemasan moral. Ini akan kita rasakan ketika ancaman datang bukan dari luar, dari duni fisik, tapi dari dunia sosial superego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri kita. Kecemasan moral ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah, atau rasa takut mendapat sanksi. Rasa malu adalah seseorang yang merasa tidak enak hati (hina, rendah, dsb) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan, dsb). Berikut ini adalah kutipan yang menunjukan aspek ego yang berhubungan dengan kecemasan moral:
Dan Pak Barkah sunggguh –sungguh terkejut. Di dalam sakunya ada uang 40.000 rupiah berasal dari Pambudi. malu dan rikuh. Pak Barkah cepat-cepat memanggil pesuruh kantor.( Ahmad Tohari,2015:39)
Berdasarkan kutipan di atas menunjukkan aspek ego terhadap tokoh pak Bakah ketika ia malu dan rikuh. Pak Barkah Malu karena Pambudi memberikan uang 40.000 rupiah agar nantinya ia bisa meminta tolong kepada pak Barkah untuk menyiarkan iklan terkait derita sakit yang dialmi mbok Ralem.
4.4.6 TOKOH MULYANI
4.4.6.1 MARAH
Marah adalah sangat tidak senang (karena dihina, diperlakukan sepantasnya, dan sebagainya).
Tidak lucu, pam, sungguh.”
Memang aku tidak bermaksud membanyol.
Bagaimana kalau aku marah (Ahmad Tohari,2015:163)
Berdasakan kutipan di atas menunjukkan aspek ego terhadap tokoh Mulyani ketika ia ngin marah terhadap Pambudi, karena Mulyani tidak suka sikap Pambudi.
4.3.6 TOKOH SANIS
4.3.6.1 Kecemasan Neorotik
Perasaan takut jenis ini muncul akibat rangsangan-rangsangan id.kalau anda pernah mencoba “kehilangan id”, gugup, tidak mampu mengendalikan diri, perilaku, akal. Neorotik adalah kata lain dari perasaan gugup. Berikut ini kutipan yang menunjukan aspek ego yang berhubungan dengan kecemasan neorotik:
Gadis itu terdiam. Ia tak dapat mengikuti jalan pikiran Pambudi, karena otaknya masih terlampau muda. Sanis hanya bisa merasakan kelebihan Pambudi karena hampir semua orang di tanggir membicarakannya. Itu saja, Ketika Sanis mengangkat muka, pipinya menjadi merah. Ia menjadi salah tingkah. Sesungguhnya Sanis tersenyum berpamitan, tetapi songgok irisan ubi gadung tumpah ke tanah.( Ahmad Tohari,2015:48)
Berdasarkan kutipan di atas menunjukkan aspek ego terhadap tokoh Sanis ketika dia menjadi salah tingkah ketika bertemu dengan Pambudi, karena sudah sejak lama tidak berjumpa dengannya. Pambudi bagi Sanis sangat mempunyai kelebihan karena semua oang Tanggir membicarakannya.
4.3.6.2 Kecemasan Moral
Kecemasan moral. Ini akan kita rasakan ketika ancaman datang bukan dari luar, dari duni fisik, tapi dari dunia sosial superego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri kita. Kecemasan moral ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah, atau rasa takut mendapat sanksi. Rasa malu adalah seseorang yang merasa tidak enak hati (hina, rendah, dsb) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan, dsb). B Berikut ini adalah kutipan yang menunjukan aspek ego yang berhubungan dengan kecemasan moral
Mula-mula sanis tidak mau menerima usul Pambudi. Malu kelihatannya. Tetapi kemudian ia percaya akan keikhlasan Pambudi. matanya berkata banyak ketika Sanis menerima sepeda itu. (Ahmad Tohari,2015:71)
Kutipan di atas menujukka adanya aspek ego terhadap diri Sanis ketika ia malu menerima sepeda pemberian Pambudi.
4.4.1 Superego tokoh dalam Novel Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari
Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistik priciple) sebagai lawan dari prinsip id dan prinsip realistik ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego dia tidak mempunyai energi sendiri. Sama dengan ego, superego mempunyai di tiga kesadaran. Pertama superego memegang peranan id yaitu alam bawah sadar, kedua superego memegang peranan ego yaitu kesadaran, dan yang ketiga superego berada di daerah prasadar yaitu tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan dan tak sadar dengan tujuan untuk membedakan yang benar dan salah.
Sigmund Freud dalam (Ferdinand Zaviera, 2016:94) berpendapat bahwa Superego memiliki dua sisi: pertama adalah nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari hukuman dan peringatan sementara yang kedua disebut ego ideal. Ego ideal berasal dari pujian dan contoh-contoh positif yang diberikan kepada anak-anak. Nurani dan ego ideal mudah sekali bertentangan dengan apa yang muncul dari id (nafsu dan keinginan).
Superego adalah suatu gambaran kesadaran yang dimiliki oleh seorang akan nilai-nilai moral dan masyarakat yag ditanam oleh adat istiadat, agama dan orang tua, dan lingkungan. Kekuatan nilai moral merupakan suatu kepercayaan kepada tuhan dan agama serta memiliki hati nurani yang dapat memberikan penilaian, baik yang benar atau yang salah. Melalui pengalaman hidup, terutama pada usia anak, individu telah menerima latihan atau informasi tentang tingkah laku yang baik dan yang buruk. Individu menginternalisasi berbagai norma sosial atau prinsip- prinsip moral tertentu, kemudian menuntut individu yang bersangkutan untuk hidup sesuai dengan norma tersebut.
Menurut Suryabrata, (2015:127) Superego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagai mana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya, yang dimasukkan (diajarkan) dengan berbagai perintah dan larangan. Superego lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan; karena superego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kerpibadian. Fungsinya yang pokok ialah menentukkan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak, susila atau tidak, dan dengan demikian dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa superego merupakan aspek moral kepribadian yang ditanam oleh adat istiadat, agama, masyarakat, maupun orang tua. Nilai moral kepribadian memiliki hati nurani yang dapat memberikan penilaian terhadap sesutau yang benar ataupun salah, baik atau tidak, bermoral ataupun tidak. Superego lahir karena adanya id dan ego. Superego merupakan jembatan yang berada ditengah-tengah antara id dan ego. Berdasaran uraian di atas penulis menggolongkan aspek superego sebagai berikut:
4.4.1.1 TOKOH PAMBUDI
4.4.1.2 Menentukan Kebenaran
Kebenaran adalah satu dari dua pilihan penilaian setelah suatu hal yang diberikan seorang setelah melaui serangkaian pertimbangan yang disasarkan pada suatu standar. Kebenaran juga berupa fakta atau keyakinan yang dapat diterimma sebagai sesutu yang benar. Berikut ini adalah kutipan superego:
Kali ini saya harus tahu, soalnya, saya ingin tahu, penting mana rencana bapak itu dengan kekuasaan kita menolong Mbok Ralem. Maaf, pak, sesungguhnya saya merasa masygul. Untuk membiayai pelantikan Bapak beberapa tahun yang lalu, kas dana darurat susut 125.000. Sebaliknya Bapak tidak merelakan sedikit pun uang dana darurat itu untuk menolong Mbok Ralem. Sekarang katakan terus terang, apalagi rencana Bapak dengan uang milik bersama itu. (Ahmad Tohari, 2015:23)
Berdasarkan kutipan di atas menunjukan aspek superego yang dialami tokoh Pambudi ketika ia ingin menentukan kebenaran terhadap kecurangan pak dirga, karena ia menyusutkan kas dana desa
Hati pambudi makin lama makin resah. Rasanya ia tidak akan bisa berbuat banyak dengan lumbung koperasi desa Tanggir. Pak Dirga, lurah yang baru, berbuat tepat seperti yang diramalkan Pambudi. Curang! Aneh, pikir Pambudi, aku hanya ingin bekerja menurut ukuran yang wajar. Mengembangkan lumbung koperasi untuk kebaikan bersama. (Ahmad Tohari, 2015: 18-19).
Berdasarkan kutipan di atas menunjukan aspek superego terhadap tokoh Pambudi ketika dia ingin bekerja menurut ukuran yang wajar dan mengembangkan lumbung desa untuk kebaikan bersama. Superego dalam tokoh Pambudi tersebut adalah untuk menentukan kebenaran bahwa dia tidak ingin menjadi seperti lurah Tanggir yang curang.
Pambudi diam, merenungan kata-kata ayahnya. Ada benarnya, tetapi mengapa aku harus mengalah? Pikirnya. Betulkah dalam hal ini ada pemenang sehingga harus ada pula yang kalah? Sungguh aku bisa mengerti mengapa pak Dirga tidak menyukaiku dan kemudian juga membenci ayahku. Urusan dialah! Pokoknya aku bertindak atas keyakinan sendiri, keyakinan dengan dasar yang kuat; kebenaran. Memang aku tidak mampu memaksakan agar kebenaran selalu menang. Amun tunduk kepada kepalsuan yang palsu.. (Ahmad Tohari,2015:93)
Berdasarkan kutipan di atas menunjukkan aspek superego terhadap tokoh Pambudi ketika ia ingin bertindak atas keyakinan sendiri, keyakinan dasar yang kuat dan berbuat untuk kebenaran. Hal tersebut dapat diperjelas dalam kutipan berikut:
Kampret! “teriak Pambudi dalam hai. “ini pasti perbuatan Lurah Tanggir dan Poyo. Pengecut! Akan kubuktikan di depan pengadilan siapa yang menggarong uang itu. Penduduk Tanggir harus yakin bahwa aku masih tetap si Pambudi yang dulu, yang menganggap kejujuran adalah hal yang wajar harus dihormatii, bahkan sudah dan akan tetap mengamalkannya. Aku harus membela diri, karena tuduhan terhadap diriku sudah keterlaluan. Aku harus menantang mereka sampai ke depan hakim. Harus! (Ahmad Tohari, 2015:115)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Pambudi benar-benar ingin menentukan kebenaran dan membuktikan bahwa kas dana desa yang susut bukan dia mengambilnya melainkan pak Dirga kepala desa Tanggir
4.4.1.2 TOKOH PAK BARKAH
4.4.1.2.1 Jujur
Jujur adalah suatu prilaku yang mencerminkan adanya kessuaian antar hati, perkataan dan perbuatan. Apa yang diniatkan oleh hati, diucapkan oleh lisan, atau mulut kita digambarkan dalam perbuatan memang itulah yang sesungguhnya terjadi dan sebenarnya. Berikut ini adalah kutipan yang menunjukkan aspek superego:
Dengan jujur Pak Barkah mengakui, bahwa sudah lama ia tidak menemukan seorang anal muda dengan kepribadian seperti Pambudi. seorang yang bersedia menolong sesamanya tanpa mengharapkan balas jasa apa pun.( Ahmad Tohari, 2015:
Berdasarkan kutipan di atas menunjukan aspek superego yang dialami oleh Pak Barkah ketika ia mengatakan dengan jujur, bahwa sudah lama ia tidak menemkan seorang anak muda dengan kepribadian seperti Pambudi.
4.4.1.3 TOKOH MULYANI1
4.4.1.3.1 Minta maaf
Minta maaf adalah seseorang yang menyesali hukuman (tuntun, denda, dan sebagainya) karena suatu kesalahan yang diperbuat. Berkut ini adalah kutipan superego:
Aku marah betul, lho, Pam, aku marah
Ya, maka aku minta maaf. (Ahmad Tohari, 2015:164)
Berdasarkan kutipan di atas menunjukn aspek superego yang dialami oleh Mulyani ketika ia meminta maaf kepada Pambudi.
4.5. Implementasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah
Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan suatu aktivitas pembelajaran sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasl interaksi dengan lingkungan. Hal ini sudah disinggung pada penjelasan sebelumnya bahwa, implementasi kepribadian tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari adalah sebuah penerapan yang mengajarkan peserta didik, agar siswa dapat bersikap lebih baik dalam menerima semua pembelajaran.
Dalam materi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terkadang seorang guru menemukan beberapa masalah yang dihadapi peserta didik. Salah satunya yaitu keterkaitan peserta didik pada suatu materi, terkadang ada peserta didik yang menyenanginya dan juga yang tidk. Sehinggga hal tersebut dapat menimbulkan dengan cepat rasa bosan dan malas saat proses pembelajaran berlangsung. Penyebabnya yaitu karena menurut sebagian peserta didik pelajaran sastra itu sangat membosankan, jenuh dan membutuhkan waktu yang lama. Bahkan ada yang mengatakan perlu adanya konsentrasi yang tinggi, dan hal itu dapat membuat anak merasa terbebani dalam berpikir.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikemukakan bahwa dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terdapat kerumitan dan masalah yang dihadapi peserta didik dalam proses pembelajaran. Peneliti dapat menyimpulkan, bahwa dari penerapan kepribadian tokoh terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu sebagai peserta didik seharusnya dapat menerima semua materi pelajaran pada saat guru memberikan pelajaran di kelas. Misalnya pada materi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Sebaiknya peserta didik harus mengikuti pembelajaran yang sudah di atur guru dan pihak sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, adanya peran guru di sini sangat pentng untuk menumbuhkan sikap peserta didk ke arah yang positif. Guru harus membuat pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia menjadi pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. Pembelajaran yang menyenangkan di sini adalah guru harus mampu situasi atau kondisi pembelajran yang menyenagkan sehingga ia akan menyesuaikan pelajaran yang diberikan guru secara aktiv dan sesuai dengan tugas serta fungsinya masing-masing. Oleh karena itu, guru harus membuat pembelajaran yang berinovasi.
Pembelajaran yang berinovasi dalam pembelajaran sastra haruslah disesuaikan dengan tujuan pembelajaran sastra itu sendiri, bagaimana tujuan pembelajaran sastra, bagaimana aspek keterbacaan atau bahan ajar yang digunakan sesua tidak dengan tingkat jenjang pendidikan, bagaimana aspek pemilihan bahan bagaimana dengan metodenya, penggunaan medianya, dan bagaimana caranya guru mengevaluasi atau menilai peserta didik dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
4.6.1 Tujuan Pembelajaran Sastra
Berdasarkan uraian dan penjelasan sebelumnya, peneliti telah menerapkan dan mengemukakan tujuan pembelajaran sastra secara umum. Tujuan pembelajaran secara umum, sebagaimana terlihat dalam standar kompetensi dasar di Kurikulum Tingkat Satuaan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran kali ini, peneliti akan membhas secara khusus tujuan pembelajaran sastra yang terlihat dalam standar kompetensi XI semester I di tingkat SMA.
Dengan standar kompetensi membaca 7. Memahami berbagai hikat novel Indonesia/terjemahan. Kompetensi dasar 7.2 menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, tujuan pembelajaran sastra yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar di atas adalah pertama, siswa dapat menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik (alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat) novel Indonesia. Kedua, yaitu siswa dapat menganalisis unsur ekstrinsik dan intrinsik (alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat) novel terjemahan. Ketiga, yaitu siswa dapat membandingkan unsur ektrinsik dan intrinsik novel Indonesia dan terjemahan.
4.6.2 Aspek Kurikulum dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Berdasarkan uraian dan penjelasan sebelumnya, peneliti telah memaparkan dan mengemukakan tentang aspek kurikulum dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Kurikulum yang digunakan di dunia pendidikan di Indonesia saat ini aalah kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan kurikulum 2013. Namun dalam rencana penelitian ini yang digunakan adalah KTSP. KTSP mulai dilaksanakan sejak tahun 2016/2017. KTSP memberikan kebebasan kepada setiap sekolah dan guru dalam penerapannya yaitu untuk mendapat mengkreasikan pembelajaran dengan menyesuaikan kondisi fasilitas yang adaagar pelaksanaan dapat tercapai sesuai tujuan.
Standar kompetensi pemebelajaran bahasa Indonesa dalam KTSP mencakup empat kompetensi berbahasa, yaitu kompetensi berbahasa resektif (menyimak, membaca) dan produktif (berbicaa, menulis). Standar kompetensi di atas termasuk juga di dalam kompetensi kesastraan, semua terkait dengan komptensi berbahasa dan tidak ada secara khusus menunjuk satu terlepas darinya.
4.6.3 Pemilihan Bahan Pembelajaran Sastra
Berdasarkan uraian dan penjelasan sebelumnya, peneliti telah memaparkan dan mengemukakan bhwa bahan ajar pembelajaran sastra merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, sebagai perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Bahan yang dimaksud bisa bahan tertulis maupun tidak tertulis. Bahan pembelajaran sastra dijabarkan berdasarkan tujuan yang berupa kompetensi yang akan dicapai, dan sebaliknya tujuan itu sendii dimungkinkan tercapai jika ditunjang oleh bahan yang sesuai. Secara garis besar bahan pembelajaran sastra dapat dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu bahan apresiasi langsung dan apresiasi tidak langsung.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam pemilihan bahan yang tepat dalam implementasi pembelajarn sastra yaitu sesuai dengan kompensi bersastra yang dimiliki peserta didik yaitu dengan secara tidak langsung karena akan mempermudah peserta didik dalam pemahaman apa yang telah dibaca sehingga peserta didik mampu memperoleh berbagai pegalaman kehidupan melaui teks sastra dengan cara yang menyenangkan dan tidak terbatas oleh waktu.
Pada pemilihan bahan ajar ini langkah, pertama yang peneliti jelaskan adalah menjelaskan pengertian novel. Kedua, menjelaskan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Ketiga, peneliti telah mencantumkan kutipan novel Indonesia yang berjudul Di Kaki Bukit Cibalak.
4..6.4 Keterbacaan Teks Sastra
Berdasarkan uraian dn penjelasan sebelumnya, peneliti telah memaparkan dan mengemukakan teks kesastraan adalah bagian dari aspek bahan yaitu erupa bahan ajar pembelajaran sastra. Dalam keterbacaan teks, hendaknya pemilihan bhan disesuaikan denan tingkat perkembangan kejiwaan dan kognitif peserta didik misalnya bahan yang diberikan untuk peserta didik tingkat SD, SMP, SMA, dan mahasiswa tentu saja tidak sama.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bahan keterbacaan teks sastra sangat mempengaruhi peserta didik diberbagai tingkatan seperti di SD, SMP, SMA, dan mahasiswa. Jadi ada perbedaan keterbacaan teks sastra antara peserta didik dan harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik di setiap tingkatan sekolah. Dalam penelitian ini peneliti memilih mata pelajaran Bahasa Indonesia yang ada di kelas XI semester I di tingkat SMA. Dengan standar kompetensi membaca 7. Memahami berbagai hikyt, novel Indonesia/terjemahan. Kompetensi dasar 7.2 menganalisis unsur intrinsik dn ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.
4.6.5 Metode Pembelajaran Sastra
Berdasarkan uraian dan penjelasan sebelumnya, peneliti telah memaparkan dan mengemukakan dalam pembelajaran sastra. Guru harus dapat menentukan metode yang sesuai dengan matei yang akan disampaikan. Dalm hal ini metode yang dipipilih yaitu Cooperative Integrate Reading and Composition dalam kompetensi membaca. Di dalam pembelajaran sastra diperlukannya tingkat pemahaman ynag tinggi pada peserta didik agar dapat memahami maksud pesan yang akan disampaikan dari apa yang telah dibaca.
Dalam pembahasan kali ini, sesuai dengan peran guru, peran siswa, materi, tahap evaluasi pembelajaran sastra, dan tujuan pembelajaran sstra terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar di KTSP mata pelajaran Bahasa Indonesia yang ada di kelas XI semester I di tingkat SMA, dengan standar kompetensi membaca 7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/terjemahan. Kompetensi dasr 7.2. menganalisis unsur intrinsik dan ekstinsik novel Indonesia /terjemahan. Dengan ini, peneliti dapat menggunakan Cooperative Integrate Reading and Composition di dalam pembelajaran sastra.
Metode pembelajaran sastra dengan menggunakan metode CIRC ini, peneliti dapat merasakan bahwa dengan menggunakan metode tersebut, pembelajaran dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar di atas dapat merangsang peserta didik lebih kreatif, melatih untuk membiasakan diri bertukr pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan, melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang laian dan dapat menguasai pelajaran untuk prestasi yang maksimal.pembelajaran metode CIRC adalah metode belajar yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil.
Pembelajaran metode CIRC ini merupakan metode dengan cara peserta didik belajar dalam kerja kelompok kecil yang terbagi atas empat tau sampai enam orang secara heterogen, dan siswa secara bersama saling ketergantungan psositif dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam pembelajaran metode CIRC ini, peneliti dapat mengemukakan bahwa aktivitas atau langkah-langkah dari metode CIRC meliputi hal sebagai berikut.
Membentuk kelompok yang beranggotanya 4 orang yang secara heterogen
Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran
Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
Guru membuat kesimpulan bersama-sama
Penutup
Berdasarkan dan uraian di atas, mengenai aktivitas atau langkah-langkah dari metode CIRC ini, peneliti mengharapkan di dalam pelaksanaannya dan penerapanya dapat bermanfaat bagi peserta didik dan guru Bahas dan Sastra Indonesia. Manfaat yang dapat diambil dan dirsakan adaah peserta didk dapat bekerja sama dengan sesama peserta didik lainnya dalam sasana gotong-oyong, dan banyak mempunyai kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkann keterampilan berkomunikasi.
4.6.6 Media Pembelajaran Sastra
Berdasarkan uraian dan penjelasan sebelumnya, peneliti telah memaparkan dan mengemukakan dalam pengembangan sumber belajar diperlukaan berbagai bentuk media yang digunakan untuk menarik minat siswa dalam proses pembelajaran sehingga tercapailah tujuan yang diinginkan. Media merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam proses pembelajaran. Di dalam penelitian ini media yang sesuai digunakan dalam pembelajaran sastra yaitu media Overhead Transparacies (OHP).
Peneliti menggunakan media OHP di dalam pembelajaran sastra karena media OHP ini dapat dijadikan sarana dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya pada kompetensi dasar yaitu 7.2 menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Dengan menggunakan media OHP sesuai dengan kompetensi dasar di atas, peneliti atau guru Bahasa dan Sastra Indonesia dapat menghantarkan pesan atau informasi kepada peserta didik. Peneliti atau gurujuga dapat memberikan gambaran awal untuk mencari dan menemukan sebuah pemahaman yang saling berkaitan antara media OHP, novel maupun karya sastra lainnya.
Berdasarkan penjelasan dan uraian di atas, peneliti mengharapkan dengan menggunakan media OHP dapat memberikan banyak manfaat yang pertama, dengan menggunakan media OHP, seorang guru dapat memberikan pesan yang diterima peserta didik secara lebih merata. Kedua, yaitu dengan media OHP ini dapat menangkap tujuan dari pembelajaran sastra di sekolah. Ketiga, yaitu dengan menggunakan media OHP pada pembelajaan sastra, peserta didik tidak merasa jenuh dan bosn dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa, proses pembelajaran sastra bis lebih menarik dan menyenangkan bagi peserta didik.
4.6.7 Evaluasi Pembelajaran Sastra
Berdasarkan uraian dan penjelasan sebelumnya, peneliti telah memaparkan dan mengemukakan dalam proses pembelajaran salah satu kompetensi yangharus dikuasai oleh guru adalah evaluasi pembelajaran. Sesuai dengan tuntutana kurikulum yang kini dipergunakan (KTSP) yang menekankan pentingnya pencapaian kompetensi kinerja pembelajaran, tes hasil pembelajaran kesastraan juga harus ditekankan pada kompetensi kinerja bersastra dan bukan sekedar mengetahui dan memahami. Tugas penilaian yang diberikan kepada peserta didik kini tidak harus menuntut mereka menunjukkan pengetahuan dan pemahaman melaui tes merespon jawaban saja, melainkan juga harus berupa unjuk kerj yang menunjukkan seberapa banyak hasil belajar yang telah dicapainya. Pada intinya, peserta didik perlu diminta untuk melakukan sesuatu, sesuatu yang menunjukkan kekhasan sebagai wujud hasil belajar kesastraan.
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, dalam hal ini dilihat dari respon yang dilakukan peserta didik, penilaian yang peneliti pilih yaitu berupa tes atau tugas kompetensi ersastra dengan menyusun jawaban. Satu di antaranya yang peneliti pilih adalah dengan memebrikan tugas menganalisis teks kesastraan. Krena pada tugas ini, peneliti telah memilih dan menyesuaikan dengan kompetensi dasar 7.2 menganalisis unsu intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.
Sejalan denan tes kompetensi kesastraan yang peneliti pilih yaitu ebrupa tes atau tugas kompetensi bersastra dengan menyusun jawaban. Dalam hal ini peneliti memilih tugas-tugas untuk mengukur hasil kompetensi bersastra yaitu berkaitn dengan tes berdasarkan teks fiksi (novel). Tes berdasarkan teks fiksi ini, dilakukan dengan pembuatan soal-soal tes yang berkaitan dengan teks-teks fiksi yang hanya dapat mengutip sebagian naskah atau teks saja.
Menurut peneliti hal tersebut sesuai dengan kompetensi dasar peneliti pilih yaitu dengan kompetensi dasar 7.2. Menganalisis unsur-unsur intrinsik dn ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Untuk pertanyaan tes genre fiksi (novel) ini pada umumnya terdapat pada unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik tersebut. Dalam hal ini peneliti membuat teknik penilaian dengan penugasan individu atau kelompok. Untuk penilaiannya peneliti memilih soal esay dan tes tertulis, karena dapat ,memudahkan peserta didik dalam memahami, dan menghayati kutipan novel di atas.
Berdasarkan penjelasan dan uraian dari keseluruhan pembahasan mengenai evaluasi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa evaluasi di dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dapat dilakukan dengan penilaian terhadap kompetensi sastra itu sendiri. Adapun penilaian kompetensi kesastraan yang penulis pilih yaitu dengan kompetensi dasar 7.2. menganlisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik dakn ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Dalam hal ini tugas penilaian yang diujikan kepada pesert didik adalah lewat tes.
Tes yang dibut yaitu dengan tugas membuat soal berdasarkan teks fiksi berupa mengutip sebagian teks novel dan menganalisis unsur intrinsik dann ekstrinsik novel Di Kaki Bukit Cibalak seperti contoh di atas. Untuk itu peneliti mengharapkan kepada guru Bahasa dan Sastra Indonesia, agar memberikan contoh tes atau tugas kepada peserta didk disesuaikan dengan jenjang pendidikan dan bahan ajar yang akan digunakan. Satu di antaranya yang peneliti pilih adalh tingkat SMA/MA dengan materi menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.
Sejalan dengan uraian di tas, setelh memberikan tes atau tugas yang harus dilakukan bagi seorang pengajar adalah menilai. Untuk menilai jawaban yang diberikan kepada peserta didik, peneliti membuat rubrik penilaian dengan tugas menganalisis novel Di Kaki Bukit Cibalak. Dengan ini, tugas atau tes yang telah dikerjakan dn diujikan oleh peserta didik dapat dinilai berupa penskroran oleh guru. Hal ini dapat embuat peserta didik lebih dihargai ats usaha belajarnya di dalam pembelajaran sastra.
4.6.8 Pedoman Penskoran
Berdasarkan uraian dan penjelasan sebelumnya, peneliti telah memaparkan dan mengemukakan di dalam setiap pembelajaran diperlukan adanya penilaian agar dapat mengetahui sebeapa besar keberhasilan pembelajaran yang telah dicapai. Penilitian sastra dapat berupa merespon jawaban yang telah disediakan atau dengan mengkreasikan jawaban sendiri berdasarkan pemahamannya baik lisan maupun tulis.
Dalam melakukan penilaian harus membuat pedoman penskoran untuk memudahkan dalam menilai. Pedoman penskoran pembelajaan sastra di atas, sebelumnya yang dilaksankan sebelum menilai adalh seorang guru harus membuat dan menyusun Rencan Pelaksanaan Pembelajaran (PP) terlebih dahulu. Dalam penelitin ini peneliti membuat tugas yaitu menganalisis rubik penilaian dengan tugas menganalisis novel Di Kaki Bukit Cibalak. Dalam hal ini, aspek yang dinilai adalah berdasarkan ketepatan analisis, ketepatan argumentasim penunjukkan bukti pendukungm ketepatan kata atau kalimat, dan gaya penuturan.
Adapun gambaran dalam rubik penilaian penskoran sebagai berikut.
Contoh Rubrik Penilaian penskoran sebagai berikut.
No.
Aspek yang DinilaiTingkat Capaian Kinerja123451. Ketepatan Analisis2.Ketepatan Argumentasi3.Penunjukan bukti pendukung4.Ketepatan kata dan kalimat5.Gaya penuturanJumlah Skor
Sejalan dengan penjelasan dan uraian di atas untuk lebih memudahkan, merencanakan dana melaksanakan dari implementasi kepribadian tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia nanti, maka peneliti dapat menyusun sebuah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan kompetensi sastra yang akan dicapai.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan mengenai kepribadian tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari. Simpulan hasil penelitian ini didasarkan pada rumusan masalah, tujuan, dan hasil analisis data penelitian. Sehubungan dengan itu, terdapat empat temuan yang dapat dirumuskan dalam simpulan ini. Keempat temuan itu adalah pertama, id tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari, kedua ego tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari, ketiga, superego dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari, dan keempat implementasi kepribadian tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari tehadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Dari temuan di atas, dapat diuraikan sebagai berikut.
Id tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari adalah mengenai sifat dan tingkah laku dialami oleh setiap tokoh yang berhubungan dengan prinsip kesenangan yaitu selalu mencari kenikmatan dan selalu menghindari ketidaknyaman. Aspek id yang di tonjolkan tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari adalah kesenangan dan kenyaman yang ada dalam diri tokoh, dan mempunyai banyak keinginan yang kuat yang ada di dalam setiap tokoh.
Ego tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari adalah ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Aspek ego yang diperlihatkan tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari adalah adanya usaha yang dilakukan tokoh untuk memenuhi keinginan id dan terhalang oleh prinsip realitas sehingga menimbulkan benturan psikologi, yaitu adanya perasaan bingung dan cemas.
Superego dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari adalah yang mengacu kepada nilai-nilai moral kepribadian. Superego sama halnya dengan hati nurani yang dapat memberikan penilaian yang mana baik dan buruk, benar atau salah, susila atau tidak. Aspek supergo yang ada pada tohoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari adalah menentukan kebenaran dan penyesalan yang ada dalam diri tokoh.
Implementasi kepribadian tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah siswa di sekolah baik tingkat SMP maupun SMA mempelajai tentang novel. Novel yang diambil dari berbagai sumber yang bersifat mendidik. novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari bisa digunakan guru sebagai salah satu alternatif, karena novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari ini bersiat mendidik dan dapat memotivasi siswa untuk bersikap jujur, mewujudkan keinginan dan cita-cita dengan semangat pantang menyerah.
Saran
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, berbagai saran yang perlu dipertimbangkan mengenai kepribadin tokoh dalam Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari yaitu:
Peneliti menyarankan kepada guru Bahasa dan Sastra Indonesia dan siswa untuk menjadikan penelitian ini sebagai contoh penganalisisan tentang kepribadian di dalam pembelajaran kepada siswa. Namu, kesulitan yang akan dihadapi oleh siswa, yaitu membedakan antara id, ego, dan superego sehingga guru harus menjelaskan dengan detail.
Untuk penerapan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, peneliti menyarankan kepada guru Bahasa dan Sastra Indonesia agar di dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, sebaiknya guru menggunakan metode dan media pembelajaran yang tepat agar pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ini, siswa diharapkan mampu memahami dan menjadikan pembelajaran ini sebagai pembelajaran yang menarik untuk dipahami, serta menjadikan pembelajaran ini sebagai pembelajaran yang berinovasi dan berguna bagi para siswa itu sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Arsad. Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Perada.
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian edisi revisi. Malang:UMM Press.
Endrawarsa, Suwardi. 2013. Metodologi Pendidikan Sastra. Jogjakarta CAPS
Esten, Mursal. 2013. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah Sastra. Bandung: Angkasa
Moleong. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Minderop, Albertine. 2013. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Nurgiantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta. Gajah Mada:
University Press.
Nurgiantoro. Burhan. 2014. Penilaian Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta
Ratna, Nyoman Kutha. 2013 Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tohari, Ahmad.2015. Di Kaki Bukit Cibalak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Semi, M.Atar 2012. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa
Wicaksono, Andri. 2014. Pengkajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gramedia
Wellek, Rene dan Austin Warren. 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia
Sadikin, Mustofa. 2011. Kumpulan Sastra Indonesia. Jakarta. Gudang Ilmu
Setyorini, Ririn. Dkk. “Kepribadian Tokoh Utama dan Nilai Pendidikan Kerja Keras pada novel Entrok Karya Okky Madasari dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di Perguruan Tinggi (Kajian Psikologi sastra). “Jurnal S2 Pendidikan bahasa Indonesia 1.1 (2016)
Suryabrata, Sumadi. 1982. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persad
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Zaviera, Ferdinand. 2016. Teori Kepribadian Sigmund Freud. Jogjakarta: Prismasophie
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab IV ini merupakan hasil dan pembahasan dari penelitian atau merupakan paparan data tentang kepribadian tokoh yang terkandung dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak. Berdasarkan hasil analisis, maka peneliti dapat menguraikan data tersebut dalam rangkaian paparan berikut ini.
4.1 Penyajian Data (Alur Cerita)
Desa Tanggir yang sedang berubah itu muncul kemelut akibat pemilihan kepala desa yang tidak jujur. Pak Dirga yang terpilih menjadi kepala desa yang baru mempunyai tokoh yang tidak baik, suka berjudi, korupsi, egois dan gemar berganti istri. Semenjak ia menjabat menjadi kepala desa yang baru roda pemerintahan tidak dijalankannya dengan baik dan mengalami berbagai macam kecurangan. Pambudi, pemuda Tanggir yang mempunyai tokoh sangat baik, jujur, suka menolong yang bermaksud menyelamatkan desanya dari kecurangan kepala desa malah tersingkir ke kota Yogya. Perlawanan Pambudi untuk mengungkap kebenaran begitu sulit dilakukan. Pak Dirga mempunyai banyak cara untuk menyingkirkan orang-orang yang berani menentangnya. Di kota pelajar itu Pambudi bertemu teman lama yang memintanya meneruskan belajar sambil bekerja di sebuah toko. Melalui persuratkabaran, Pambudi melanjutkan perlawananannya terhadap kepala desa Tanggir yang curang dan untuk membuktikan siapa yang benar dan siapa yang salah atas tuduhan pencurian kas desa. Perlawanan Pambudi pun akhirnya membuahkan hasil dan Pak Dirga dilaporkan kepada pihak yang berwajib atas penyalahan wewenang. Di saat Pambudi sudah berhasil melawan kepala desa Tanggir ia kehilangan gadis sedesa yang dicintainya, tetapi kisah percintaan Pambudi tidak sampai berhenti di tengah jalan, ia pun mendapat ganti anak pemilik toko tempat ia bekerja, yaitu Mulyani.
4.2 Analisis Data
Dalam BAB IV ini dikemukaka tentang analisis data dan pembahasan temuan penelitian kepribadian tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari. Seperti yang telah eneliti kemukakan di dalam BAB III teknik pengumpul data yang digunakan teknik struktur dokumenter dn dat yang terkumpul dalm peneliian ini diperoleh dengan cara peneliti sendiri sebagai instrumen kunci. Adapun teknik analisis datanya berupa, membaca novel secara berulang-ulangg, memahami teks novel secaa keseluuhan, mengklasifikasi data sesuai permasalahan, mendeskripsikan, menginterprestasi data, melakukan truangulasi dan menyimpulkan hasil penelitian sehingga diperoleh deskripsi dan intrepretasi dri kepribadian tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari. Berikut dijelaskan analisis data dan pembahasan hasil dalam penelitian ini.
Id Tokoh dalam Novel Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari
Salah satu bagian terpenting dari suatu organisme adalah sistem saraf yang memiliki karakter sangat peka terhadap apa yang dibutuhkan. Ketika manusia lahir, sistem sarafnya sedikit lebih baik dari binatang lain. Itulah yang dinamakan id. Sistem saraf, sebagai id, bertugas menerjemahkan kebutuhan atau organisme menjadi daya-daya motivasional yang disebut insting atau nafsu. Id adalah energi psikis dan naluri yang menekankan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar seperti kebutuhan: makan, seks menolak rasa sakit atau tidak nyaman (Minderop, (2013: 21).
Id merupakan sistem kepibadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id kemudian muncul ego dan superego. saat dilahirkan id berisi semua aspek psikologik yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drivers. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious, mewakili subjektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Menurut Freud (2016:91) id merupakan alam bawah sadar adalah sumber dari motivasi dan dorongan yang ada dalam diri kita, apakah itu hasrat yang sederhana seperti makanan atau seks, daya-daya neorotik, atau motif yang mendorong seorang seniman atau ilmuan untuk berkarya.
Id merupakan alam bawah sadar yang dimiliki seseorang. Alam bawah sadar/dunia seseorang berusaha menginginkan kepuasan, nafsu, lapar, seks, serta menghilangkan rasa sakit. Id berkonsep kepada alam bahwa sadar/dunia seorang yang harus dipenuhinya. Sebagai contoh, pertama seorang pengarang yang berkeinginan menciptakan suatu karya, maka ia harus mencipta karya sehingga ia memperoleh sesuatu yaitu suatu hasil buah pikirnya yang berwujud karya sastra.
Dengan kata lain, fungsi id pada contoh tesebut ialah berusaha untuk memenuhi keinginan nafsunya untuk membuat sebuah karya sastra. Kedua, Jika sesorang merasa merindukan keluarganya maka ia harus menemuinya. Itulah fungsi id, sebuah kebutuhan yang ada dalam dirinya harus dipenuhi, agar semua beban yang ada dipikirannya hilang. Karena fungsi id ini juga untuk menghilangkan rasa sakit.
Jadi dapat disimpulkan bahwa id adalah sistem kepribadian yang asli dibawa sejak lahir. Id merupakan alam bawah sadar seseorang yang berusaha memenuhi kebutuhan atau organisme menjadi daya-daya motivasional yang disebut insting atau nafsu. Dari id ini kemudian muncul ego dan superego yang akan membentuk suatu totalitas kepribadian manusia. Berdasarkan uraian di atas peneliti menggolongkan aspek id sebagai berikut:
4.2.1.1 TOKOH PAMBUDI
4.2.1.2 PERASAAN SENANG DAN NYAMAN
Senang adalah keadaan atau perasaan dimana seseorang merasakan ringan, gembira, nyaman dan kepuasaan. Senang juga merupakan perasaan lega karena terlaksana atau terpenuhnya kegiatan yang diinginkan. Sedangkan nyaman adalah perasaan kondisi dimana kita merasa diri kita dihargai, merasa aman, senang dan tidak ada beban pikiran. Berikut ini adalah kutipan id:.
“Alangkah nyaman hari-hari berikutnya terasa oleh Pambudi. Kenyataan bahwa sekarang ia menjadi pengangur, tidak mengurangi cerahnya perasaan. Pambudi benar-benar menikmati suasana yang sulit digambarkan. Satu-satunya yang menggangu ketentraman hatinya adalah kenyataan bahwa antara dirinya dan Pak Dirga telah terbentang garis ketidakcocokan”. (Ahmad Tohari, 2015:28)
Dari kutipan di atas, jelas adanya aspek id dalam diri Pambudi ketika Pambudi merasakan kenyaman hidup yang dijalaninya. Pambudi benar-benar menikmati suasana yang sulit ia gambarkan. Hal tersebut dapat diperjelas dalam kutipan berikut:
Pambudi tidak bisa mengatakan mengapa di pagi hari itu ia merasa begitu tentram.. Padahal ia telah menulis surat kepada Pak Dirga. Pambudi menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan lumbung koperasi desa. (Ahmad Tohari, , 2015:27)
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek Id pada tokoh Pambudi ketika ia merasakan ketentraman dalam hidupnya karena ia memutuskan untuk memundurkan diri dari kepengurusan lumbung koperasi desa. Hal itu dilakukan Pambudi karena semenjak ia bekerja di lumbung desa ia difitnah mencuri uang kas desa.
4.2.1.3 RINDU
Rindu merupakan memilik keinginan yang kuat untuk bertemu (hendak pulang ke kampung halaman). Berikut ini adalah kutipn id:
Sudah dua belas hari Pambudi meninggalkan Tanggir. Dan sekarang untuk kedua kalinya ia hendak kembali ke sana. Sanak famili Mbok Ralem serta kedua orang anaknya pasti menunggu-nunggu kabar dari Yogya. Pikiran Pambudi terasa enteng (Ahmad Tohari,2015:46).
kutipan di atas menunjukakan adanya aspek id pada tokoh Pambudi ketika ia merasa rindu terhadap keluarga mbok Ralem di desa Tanggir karena sudah dua belas hari ia meninggalkan kedua anak mbok Ralem di Tanggir.
Menentukan Motivasi
Motivasi suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseornag melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Berikut ini adalah kutipan id:
Kalau begitu aku harus menentukan motivasi baru dalam hidupku ini,” bisik Pambudi pada hatinya sendiri. “Apa dan bagaimana motivasi yang baru itu, itulah masalahnya. Ayam-ayamku telah memberi enam puluh butir telur setiap hari. Aku memiliki pengetahuan dasar yang lumayan untuk berusaha sebagai petani yang maju. Jadi aku sama sekali tidak berkecil hati terhadap masa depanku sendiri. Dan rasanya, bukit Cibalak dengan segaala kehidupan yang mengelilinginya sudah menjadi sebagian dari hidupku. Bahkan di Tanggir ini hidupku diperanak dengan bumbu kecintaan terhadap –ya-Sanis! Tetapi aku harus berpikir lebih jauh. Nyatanya keadaan sekarang sangat menggangu ketentraman hidup ayahku, dan aku sungguh-sungguh maklum. (Ahmad Tohari, , 2015:95)
Berdasarkan kutipan di atas menunjukkan aspek id tokoh Pambudi ketika ia ingin menentukakan motivasi dalam hidupnya untuk rencana ke depannya. Pambudi berpikir lebih jauh untuk masa depannya tanpa menggangu ketentraman hidup ayahnya.
TOKOH PAK DIRGA
Keinginan Yang Kuat
Keinginan yang kuat merupakan dasar penggerak untuk melakukan tindakan. Keinginan merupakan penggerak yang sagat besar dari pikiran. Dimana mengubah kehendak dan kekuatan seseorang menjadi tindakan. Keinginan merupakan dasar dari seluruh tindakan, perasaan, serta emosi. Berikut ini adalah kutipan id:
“Dengarla, anak muda, pertama-tama kukatakan kepadamu bahwa inilah kesempatan yang dapat kauambil untuk mendapat keuntungan yang besar. Marlah kita bekerja sama. Kau tau, uang yang dijanjikan pemerintah sebesar 2.000 rupiah untuk tiap batang kelapa yang tergusur, akan lambat datangnya. Uang milik koperasi dapat kita pakai dulu utnuk membayarkan ganti rugi kepada pemilik pohon kelapa.(Ahmad Tohari,2015:25)
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek id pada tokoh Pak Dirga ketika ia berkeinginan kuat untuk mengakali Pambudi agar dapat bekerja sama untuk melakukan tindakan korupsi. Pak Dirga terus merayu Pambudi untuk menuruti segala keinginannya, namun Pambudi tidak terpengaruh untuk melakukan tindakan yang keji itu.
TOKOH MBOK RALEM
Keinginan yang kuat
Keinginan yang kuat merupakan dasar penggerak untuk melakukan tindakan. Keinginan merupakan penggerak yang sangat besar dari pikiran. Dimana mengubah kehendak dan kekuatan seseorang menjadi tindakan. Keinginan merupakan dasar dari seluruh tindakan, perasaan, serta emosi. Berikut ini adalah kutipan id:
Aku ingin segera sembuh, Nak. Leherku makin lama makin tercekik rasanya. (Ahmad Tohari, 2015:20)
kutipan di atas menunjukkan aspek Id pada tokoh Mbok Ralem ketika ia berkeinginan kuat untuk segera sembuh dari penyakitnya.
TOKOH PAK BARKAH
Minat
Minat merupakan dorongan atau keinginan seseorang pada objek tertentu. Berikut ini adalah kutipan id:
Harian Kalawarta memasang iklan yang dipesan Pambudi pada halaman pertama. Hal itu menunjukkan minat Pak Barkah terhadap usaha yang sedang dilakukan oleh anak muda dari Tanggir. (Ahmad Tohari, 2015:43)
Dari kutipan di atas menunjukkan aspek Id pada tokoh Pak Barkah ketika ia berminat terhadap usaha yang dilakukan Pambudi anak muda Tanggir. Minat Pak Barkah terhadap anak muda tesebut karena Pambudi berusaha untuk memasang iklan untuk menolong penyakit yang di derita mbok Ralem.
TOKOH MULYANI
Belum Puas
Belum puas merupakan perasaan hati yang tidak menyenangkan dan belum terpenuhi harsyat hati untuk mencapainya. Berikut ini adalah kutipan id:
Mulyani hendak menahan Pambudi agar tetap duduk. Ia merasa belum puas karena belum sempat menyampaikan hal yang amat penting baginya.( Ahmad Tohari,( , Ahmad Tohari, 2015:163)
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek id yang dialami oleh Mulyani ketika ia belum puas untuk menyampaian hal yang amat penting kepada Pambudi. belum puas yang dirasakan Mulyani karena keingianan hatinya belum terpenuhi. Ia ingin menyampaikan sesuatu dari lubuk hatinya bahwa ia suka terhadap Pambudi.
Ego Tokoh dalam Novel Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari
Ego merupakan kepribadian yang berkembang dari id. Ego dalam kepribadian yang dimiliki manusia berfungsi untuk memenuhi kebutuhan id, tetapi ego dalam bekerja memuaskan id yaitu kepuasaan yang ada dalam bawah sadar manusia harus patuh terhadap realitas di sekitarnya. Ego terperangkap di antara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga serta patuh pada prinsip realitas dengan mencoba memuhi kesenangan individu yang dibatasi oleh realitas. Ego berada di antara alam sadar dan bawah sadar.
Menurut Alwisol, (2009:15) ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian yang memiliki tugas utama. Pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Dengan kata lain ego adalah ekskutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan berkembang mencapai kesempurnaan dari superego. ego adalah sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari id.
Sebagai contoh ego ibarat seorang pria yang mencintai seorang wanita. Ia kagum akan kecantikannya dan seluruh fisiknya, namun disisi lain pria itu sadar bahwa wanita itu masih belum dewasa. Namun di dalam benak/batin pria benar-benar mencintai wanita itu. Fungsi ego yang terdapat dalam contoh tesebut adalah berusaha untuk mencintai wanita, tetapi disisi lain keadaan tidak mendukungnya untuk selalu bersama wanita itu. Karena prinsip ego berdasarkan contoh tersebut berada diantara alam sadar dan alam tidak sadar, dengan kata lain ego berusaha mencintai wanita tetapi keadaan/realita yang terjadi tidak mendukungnya
Ego merupakan kepribadian yang bersifat “keakuan” berdiri di tengah-tengah kekuatan dahsyat: realitas; masyarakat, sebagaimana yang direpsentasikan oleh id. Ketika terjadi konflik di antara kekuatan-kekuatan ini untuk menguasai ego, maka sangat bisa dipahami kalau ego merasa terjepit dan terancam. Perasaan terjepit dan terancam ini disebut kecemasan. Menurut Freud (dalam Ferdinand Zaviera, (2016:97) ada tiga jenis kecemasan:
Kecemasan Realistik, dalam kehidupan sehar-hari, keceman jenis ini kita sebut rasa takut. Contohnya sangat jelas, jika saya melempar ular ke depan Anda, Anda pasti mengalami kecemasan realistik ini.
Kecemasan moral. Ini akan kita rasakan ketika ancaman datang bukan dari luar, dari duni fisik, tapi dari dunia sosial superego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri kita. Kecemasan moral ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah, atau rasa takut mendapat sanksi
Kecemasan neurotik. Perasaan takut jenis ini muncul akibat rangsangan-rangsangan id. Kalau Anda pernah merasakan “kehilangan id”, gugup, tidak mampu mengendalikan diri, perilaku, akal, dan bahkan pikiran Anda, maka Anda saat itu sedang mengalami kecemasan neurotik. Neurotik adalah kata Latin dari perasaan gugup.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ego merupakan kepribadian yang dimiliki manusia berfungsi untuk memenuhi kebutuhan id, tetapi ego bekerja untuk memuaskan id yaitu kepuasaan yang ada dalam bawah sadar manusia harus patuh terhadap realitas di sekitarnya, apakah kebutuhan tersebut bisa terpenuhi atau tidak dan harus berdasarkan kepada realitas. Berdasarkan uraian di atas penulis menggolongkan aspek ego sebagai berikut.
TOKOH PAMBUDI
Kecemasan Realistik
Kecemasan Realistik, dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan jenis ini kita sebut rasa takut. Takut adalah suatu mekanisme perthnan hidup dasar yang terjadi sebagai respon terhadap suatu stimulus tertentu, seperti rasa sakit atau ancaman bahaya. Berikut ini adalah kutipan ego:
Terkadang Pambudi bertanya kepada diri sendiri, mengapa ia tidak berbuat seperti Poyo, teman sejawat dalam pengelolaan lumbung desa itu. Poyo hidup dengan sejahtera bersama istri dan anak-anaknya. Rumah mereka sudah ditembok. Belum lama ini Poyo membeli sebuah sepeda motor. Pambudi tahu persis mengapa sejawatnya bisa memperoleh semua itu. ia bekerja sama dengan Lurah, misalnya memperbesar angka susut guna memperoleh keuntungan berton-ton padi. Atau mereka bersekongkol dengan para tengkulak beras dalam menentukan harga jual padi dalam lumbung koperasi. (Ahmad Tohari, 2015:18)
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek ego yang dimiliki tokoh Pambudi ketika ia bertanya kepada dirinya sendiri mengapa ia tidak berbuat seperti Poyo dalam pengelolaan Lumbung desa. Poyo hidup sejahtera bersama istri dan anaknya. Namun Pambudi sadar cara poyo mendapatkan itu semua karena ia bekerja sama dengan lurah. Misalnya memperbesar angka susut. Oleh sebab itulah Pambudi takut untuk megikuti cara poyo dalam pengelolaan lumbung desa. ia takut akan mendapatkan sangsi atau hukuman dari Tuhan. Bahwa mencuri uang kas desa adalah perbuatan dosa.
RASIONALITAS (KEBOHONGAN)
Rasionalisasi adalah pendistorsian kognitif terhadap “kenyataan” dengan tujun kenyataan tersebut tidak lagi memberi kesan menakutkan. Kita kerap melakukan hal ini secara sadar ketika kita mencoba memaafkan diri sendiri dari kesalahan dengan menyalahkan orang lain begitu mudah dilakukan. Dengan kata lain, banyak di antara kita yang dengan mudah membohongi diri sendiri. Berikut ini adalah kutipan Ego yang berhubungan dengan rasionalisasi (kebohongan):
Pambudi tersenyum ringan bila teringat cara sanis menggulirkan bola matanya. Namun tiba-tiba Pambudi mengutuki dirinya, “tolol dan naif aku ini. Sanis, betapun juga masih tetap seorang bocah.ia masih pantas, amat pantas,berlenggak-lenggok di atas sepeda di atas sepada jengkinya. Sanis masih senang bergerombol dan berebut jambu bol bersama teman-temannya. Mengapa aku ini?. (Ahmad Tohari, 2015:42)
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek ego pada tokoh Pambudi. Aspek ego pada kutipan di atas menunjukkan adanya rasionalitas/kebohongan yang dilakukan Pambudi. tokoh Pambudi memang suka terhadap Sanis tetapi ia membohongi dirinya bahkan mengutuki dirinya dengan kata tolol dan naif dengan alasan Sanis masih seorang bocah. Hal tersebut dapat diperjelas dalam kutipan berikut:
“nyatanya.”sambung Pambudi,”aku sudah terjebak dalam sikap munafik. Sanis itu! Aku selalu teringat padanya, aku menyenanginya dan dia sama sekali belum dewasa. Sekarang aku harus memilih:melepaskan keyakinan buruknya kawin muda atau sebaliknya, melepaskan harapan atas sanis. Kedua-duanya tidak akan kupilih, melainkan mengadakan kompromi antara dua kutub itu. Barangkali itu lebih baik. Aku akan menunggu empat-lima tahun lagi sampai Sanis benar-benar dewasa, kemudian mengawininya. Tetapi sungguh tidak gampang menjaga dan menunggu gadis secantik Sanis sampai ia tumbuh dewasa.ini Desa Tanggir, dan bukan hanya aku seorang yang senang pada anak Pak Modin itu. Bambang, Sumbodo, putra Camat misalnya, sering naik vespa ke Tanggir karena ingin melihat Sanis. Memang hanya kabar burung tetapi aku cukup memperhitungkannya.( Ahmad Tohari, 2015:74).
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek ego pada tokoh Pambudi. aspek ego muncul karena adanya pertahanan diri yang dilakukan pambudi, ia membohongi dirinya sendiri dan bersikap munafik terhadap Sanis. Dalam pikiran Pambudi ia harus menentukan apakah ia harus kawin muda atau melepaskan sanis. Sanis yang belum dewasa membuat Pambudi berkecil hati, namun kecantikkan Sanis membuat hati Pambudi luluh.
4.3.3 TOKOH PAK DIRGA
4.3.3.1 Kecemasan Moral
Kecemasan moral. Ini akan kita rasakan ketika ancaman datang bukan dari luar, dari duni fisik, tapi dari dunia sosial superego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri kita. Kecemasan moral ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah, atau rasa takut mendapat sanksi. Rasa malu adalah seseorang yang merasa tidak enak hati (hina, rendah, dsb) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan, dsb). Berikut ini adalah kutipan ego:
Pak Dirga sebaliknya, kulit mukanya terasa seperti dijerang di atas api. Panas, malu. Ia tidak berhasil menundukkan Pambudi, padahal rencana yang dirahasiakn sudah terlanjur diberitahukan kepada anak muda itu.( Ahmad Tohari,(Ahmad Tohari, 2015:26)
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek ego yang dialami tokoh Pak Dirga ketika merasa malu terhadap Pambudi, karena ia tidak berhasil menaklukannya, padahal rencana yang dirahasiakan sudah terlanjur diberitahukan kepada Pambudi.
Kecemasan Realistik
Kecemasan Realistik, dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan jenis ini kita sebut rasa takut. Takut adalah suatu mekanisme perthnan hidup dasar yang terjadi sebagai respon terhadap suatu stimulus tertentu, seperti rasa sakit atau ancaman bahaya. Berikut ini adalah kutipn ego:
Pak Dirga menyembunyikan kagetnya dengan cepat-cepat menyalakan rokok. Ia tidak akan mengira akan dikejar pertanyaa yang menyelidik semacam itu.( Ahmad Tohari,2015:24)
kutipan di atas muncul aspek ego yaitu kecemasan realistik pada tokoh Pak Dirga ia merasa kaget ketika Pambudi memberikan pertanyaan yang menyelidik bahwa Pambudi mengetahui kecurangan Pak Dirga atas penyalahgunaan kas desa.
Berdasarkan penjalasan tesebut kaget merupakan sesorang yangsedang terperanjat, terkejut (karena heran). Kaget yang dialami seorang mengakibatkan ia menjadi takut terhadp lawannya.
TOKOH MBOK RALEM
4.4.4.1 Kecemasan Realistik
Kecemasan Realistik, dalam kehidupan sehari-hari, kecemasan jenis ini kita sebut rasa takut. Takut adalah suatu mekanisme pertahanan hidup dasar yang terjadi sebagai respon terhadap suatu stimulus tertentu, seperti rasa sakit atau ancaman bahaya. Berikut ini adalah kutipan ego:
Memang demikian, Nak seandainya masih ada sesuatu yang dapat kujual, pasti aku takkan meminjam padi di sini. Aku takut nanti tak mampu mengembalikankanya. (Ahmad Tohari, 2015:20).
Kutipan di atas menunjukkn aspek ego terhadap tokoh mbok Ralem ketika ia takut karena tidak mampu mengembalikan pinjaman padi. Ketakutan mbok Ralem untuk meminjam padi karena tidak mampu untuk membayarnya apabila ia meminjamnya. Mbok Ralem merupakan perempuan yang hidup miskin dan sering sakit-sakitan. Ia hanya penjual gula aren untuk mencukupi hidup anak-anaknya.
Kecemasan moral
Kecemasan moral. Ini akan kita rasakan ketika ancaman datang bukan dari luar, dari duni fisik, tapi dari dunia sosial superego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri kita. Kecemasan moral ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah, atau rasa takut mendapat sanksi. Berdasarkan penjelasan di atas muncul aspek ego dalam kutipan novel yaitu takut mendapat sanksi. Takut mendapat sanksi merupakan
Aku takut kau membawa perintah dari lurah untuk menghukumku. Kemarin dulu sebelum aku meninggalkan Balai Desa kudengar Pak Lurah marah-marah. Pastilah gara-gara aku, bukan?( Ahmad Tohari, 2015:29)
Berdasarkan kutipan di atas muncul aspek ego terhadap tokoh mbok Ralem ketika dia takut terhadap perintah Pambudi. mbok ralem takut karena dia tidak ingin mendapatkan sebuah hukuman
4.4.4.3 Kecemasan Neorotik
Perasaan takut jenis ini muncul akibat rangsangan-rangsangan id. kalau anda pernah mencoba “kehilangan id”, gugup, tidak mampu mengendalikan diri, perilaku, akal. Neorotik adalah kata lain dari perasaan gugup. Gugup adalah berkata dalam keadaan tidak tenang, gagap, sangat tergesa-gesa, bingung. Berikut ini kutipan yang menunjukan aspek ego yang berhubungan dengan kecemasan neorotik:
Seumur hidupnya Mbok Ralem belum pernah melihat tumpukkan uang sebanyak yang disodorkan oleh Pak Barkah ketika itu. Ia menggigil karena bingung, karena tidak mengerti. Perempuan itu takkan bisa mengerti apa itu iklan, atau itu yang disebut dompet sumbangan.( Ahmad Tohari, 2015:52)
Berdasarkan kutipan di atas menunjukkan aspek ego terhadap tokoh mbok Ralem ketika ia menggigil karena bingung karena tidak mengertii. Mbok Ralem bingung karean tidak mengerti apa itu iklan atau dompet sumbangan.
4.4.5 TOKOH PAK BARKAH
4.4.5.1 Kecemasan Moral
Kecemasan moral. Ini akan kita rasakan ketika ancaman datang bukan dari luar, dari duni fisik, tapi dari dunia sosial superego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri kita. Kecemasan moral ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah, atau rasa takut mendapat sanksi. Rasa malu adalah seseorang yang merasa tidak enak hati (hina, rendah, dsb) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan, dsb). Berikut ini adalah kutipan yang menunjukan aspek ego yang berhubungan dengan kecemasan moral:
Dan Pak Barkah sunggguh –sungguh terkejut. Di dalam sakunya ada uang 40.000 rupiah berasal dari Pambudi. malu dan rikuh. Pak Barkah cepat-cepat memanggil pesuruh kantor.( Ahmad Tohari,2015:39)
Berdasarkan kutipan di atas menunjukkan aspek ego terhadap tokoh pak Bakah ketika ia malu dan rikuh. Pak Barkah Malu karena Pambudi memberikan uang 40.000 rupiah agar nantinya ia bisa meminta tolong kepada pak Barkah untuk menyiarkan iklan terkait derita sakit yang dialmi mbok Ralem.
4.4.6 TOKOH MULYANI
4.4.6.1 MARAH
Marah adalah sangat tidak senang (karena dihina, diperlakukan sepantasnya, dan sebagainya).
Tidak lucu, pam, sungguh.”
Memang aku tidak bermaksud membanyol.
Bagaimana kalau aku marah (Ahmad Tohari,2015:163)
Berdasakan kutipan di atas menunjukkan aspek ego terhadap tokoh Mulyani ketika ia ngin marah terhadap Pambudi, karena Mulyani tidak suka sikap Pambudi.
4.3.6 TOKOH SANIS
4.3.6.1 Kecemasan Neorotik
Perasaan takut jenis ini muncul akibat rangsangan-rangsangan id.kalau anda pernah mencoba “kehilangan id”, gugup, tidak mampu mengendalikan diri, perilaku, akal. Neorotik adalah kata lain dari perasaan gugup. Berikut ini kutipan yang menunjukan aspek ego yang berhubungan dengan kecemasan neorotik:
Gadis itu terdiam. Ia tak dapat mengikuti jalan pikiran Pambudi, karena otaknya masih terlampau muda. Sanis hanya bisa merasakan kelebihan Pambudi karena hampir semua orang di tanggir membicarakannya. Itu saja, Ketika Sanis mengangkat muka, pipinya menjadi merah. Ia menjadi salah tingkah. Sesungguhnya Sanis tersenyum berpamitan, tetapi songgok irisan ubi gadung tumpah ke tanah.( Ahmad Tohari,2015:48)
Berdasarkan kutipan di atas menunjukkan aspek ego terhadap tokoh Sanis ketika dia menjadi salah tingkah ketika bertemu dengan Pambudi, karena sudah sejak lama tidak berjumpa dengannya. Pambudi bagi Sanis sangat mempunyai kelebihan karena semua oang Tanggir membicarakannya.
4.3.6.2 Kecemasan Moral
Kecemasan moral. Ini akan kita rasakan ketika ancaman datang bukan dari luar, dari duni fisik, tapi dari dunia sosial superego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri kita. Kecemasan moral ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah, atau rasa takut mendapat sanksi. Rasa malu adalah seseorang yang merasa tidak enak hati (hina, rendah, dsb) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan, dsb). B Berikut ini adalah kutipan yang menunjukan aspek ego yang berhubungan dengan kecemasan moral
Mula-mula sanis tidak mau menerima usul Pambudi. Malu kelihatannya. Tetapi kemudian ia percaya akan keikhlasan Pambudi. matanya berkata banyak ketika Sanis menerima sepeda itu. (Ahmad Tohari,2015:71)
Kutipan di atas menujukka adanya aspek ego terhadap diri Sanis ketika ia malu menerima sepeda pemberian Pambudi.
4.4.1 Superego tokoh dalam Novel Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari
Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistik priciple) sebagai lawan dari prinsip id dan prinsip realistik ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego dia tidak mempunyai energi sendiri. Sama dengan ego, superego mempunyai di tiga kesadaran. Pertama superego memegang peranan id yaitu alam bawah sadar, kedua superego memegang peranan ego yaitu kesadaran, dan yang ketiga superego berada di daerah prasadar yaitu tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan dan tak sadar dengan tujuan untuk membedakan yang benar dan salah.
Sigmund Freud dalam (Ferdinand Zaviera, 2016:94) berpendapat bahwa Superego memiliki dua sisi: pertama adalah nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari hukuman dan peringatan sementara yang kedua disebut ego ideal. Ego ideal berasal dari pujian dan contoh-contoh positif yang diberikan kepada anak-anak. Nurani dan ego ideal mudah sekali bertentangan dengan apa yang muncul dari id (nafsu dan keinginan).
Superego adalah suatu gambaran kesadaran yang dimiliki oleh seorang akan nilai-nilai moral dan masyarakat yag ditanam oleh adat istiadat, agama dan orang tua, dan lingkungan. Kekuatan nilai moral merupakan suatu kepercayaan kepada tuhan dan agama serta memiliki hati nurani yang dapat memberikan penilaian, baik yang benar atau yang salah. Melalui pengalaman hidup, terutama pada usia anak, individu telah menerima latihan atau informasi tentang tingkah laku yang baik dan yang buruk. Individu menginternalisasi berbagai norma sosial atau prinsip- prinsip moral tertentu, kemudian menuntut individu yang bersangkutan untuk hidup sesuai dengan norma tersebut.
Menurut Suryabrata, (2015:127) Superego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagai mana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya, yang dimasukkan (diajarkan) dengan berbagai perintah dan larangan. Superego lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan; karena superego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kerpibadian. Fungsinya yang pokok ialah menentukkan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak, susila atau tidak, dan dengan demikian dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa superego merupakan aspek moral kepribadian yang ditanam oleh adat istiadat, agama, masyarakat, maupun orang tua. Nilai moral kepribadian memiliki hati nurani yang dapat memberikan penilaian terhadap sesutau yang benar ataupun salah, baik atau tidak, bermoral ataupun tidak. Superego lahir karena adanya id dan ego. Superego merupakan jembatan yang berada ditengah-tengah antara id dan ego. Berdasaran uraian di atas penulis menggolongkan aspek superego sebagai berikut:
4.4.1.1 TOKOH PAMBUDI
4.4.1.2 Menentukan Kebenaran
Kebenaran adalah satu dari dua pilihan penilaian setelah suatu hal yang diberikan seorang setelah melaui serangkaian pertimbangan yang disasarkan pada suatu standar. Kebenaran juga berupa fakta atau keyakinan yang dapat diterimma sebagai sesutu yang benar. Berikut ini adalah kutipan superego:
Kali ini saya harus tahu, soalnya, saya ingin tahu, penting mana rencana bapak itu dengan kekuasaan kita menolong Mbok Ralem. Maaf, pak, sesungguhnya saya merasa masygul. Untuk membiayai pelantikan Bapak beberapa tahun yang lalu, kas dana darurat susut 125.000. Sebaliknya Bapak tidak merelakan sedikit pun uang dana darurat itu untuk menolong Mbok Ralem. Sekarang katakan terus terang, apalagi rencana Bapak dengan uang milik bersama itu. (Ahmad Tohari, 2015:23)
Berdasarkan kutipan di atas menunjukan aspek superego yang dialami tokoh Pambudi ketika ia ingin menentukan kebenaran terhadap kecurangan pak dirga, karena ia menyusutkan kas dana desa
Hati pambudi makin lama makin resah. Rasanya ia tidak akan bisa berbuat banyak dengan lumbung koperasi desa Tanggir. Pak Dirga, lurah yang baru, berbuat tepat seperti yang diramalkan Pambudi. Curang! Aneh, pikir Pambudi, aku hanya ingin bekerja menurut ukuran yang wajar. Mengembangkan lumbung koperasi untuk kebaikan bersama. (Ahmad Tohari, 2015: 18-19).
Berdasarkan kutipan di atas menunjukan aspek superego terhadap tokoh Pambudi ketika dia ingin bekerja menurut ukuran yang wajar dan mengembangkan lumbung desa untuk kebaikan bersama. Superego dalam tokoh Pambudi tersebut adalah untuk menentukan kebenaran bahwa dia tidak ingin menjadi seperti lurah Tanggir yang curang.
Pambudi diam, merenungan kata-kata ayahnya. Ada benarnya, tetapi mengapa aku harus mengalah? Pikirnya. Betulkah dalam hal ini ada pemenang sehingga harus ada pula yang kalah? Sungguh aku bisa mengerti mengapa pak Dirga tidak menyukaiku dan kemudian juga membenci ayahku. Urusan dialah! Pokoknya aku bertindak atas keyakinan sendiri, keyakinan dengan dasar yang kuat; kebenaran. Memang aku tidak mampu memaksakan agar kebenaran selalu menang. Amun tunduk kepada kepalsuan yang palsu.. (Ahmad Tohari,2015:93)
Berdasarkan kutipan di atas menunjukkan aspek superego terhadap tokoh Pambudi ketika ia ingin bertindak atas keyakinan sendiri, keyakinan dasar yang kuat dan berbuat untuk kebenaran. Hal tersebut dapat diperjelas dalam kutipan berikut:
Kampret! “teriak Pambudi dalam hai. “ini pasti perbuatan Lurah Tanggir dan Poyo. Pengecut! Akan kubuktikan di depan pengadilan siapa yang menggarong uang itu. Penduduk Tanggir harus yakin bahwa aku masih tetap si Pambudi yang dulu, yang menganggap kejujuran adalah hal yang wajar harus dihormatii, bahkan sudah dan akan tetap mengamalkannya. Aku harus membela diri, karena tuduhan terhadap diriku sudah keterlaluan. Aku harus menantang mereka sampai ke depan hakim. Harus! (Ahmad Tohari, 2015:115)
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Pambudi benar-benar ingin menentukan kebenaran dan membuktikan bahwa kas dana desa yang susut bukan dia mengambilnya melainkan pak Dirga kepala desa Tanggir
4.4.1.2 TOKOH PAK BARKAH
4.4.1.2.1 Jujur
Jujur adalah suatu prilaku yang mencerminkan adanya kessuaian antar hati, perkataan dan perbuatan. Apa yang diniatkan oleh hati, diucapkan oleh lisan, atau mulut kita digambarkan dalam perbuatan memang itulah yang sesungguhnya terjadi dan sebenarnya. Berikut ini adalah kutipan yang menunjukkan aspek superego:
Dengan jujur Pak Barkah mengakui, bahwa sudah lama ia tidak menemukan seorang anal muda dengan kepribadian seperti Pambudi. seorang yang bersedia menolong sesamanya tanpa mengharapkan balas jasa apa pun.( Ahmad Tohari, 2015:
Berdasarkan kutipan di atas menunjukan aspek superego yang dialami oleh Pak Barkah ketika ia mengatakan dengan jujur, bahwa sudah lama ia tidak menemkan seorang anak muda dengan kepribadian seperti Pambudi.
4.4.1.3 TOKOH MULYANI1
4.4.1.3.1 Minta maaf
Minta maaf adalah seseorang yang menyesali hukuman (tuntun, denda, dan sebagainya) karena suatu kesalahan yang diperbuat. Berkut ini adalah kutipan superego:
Aku marah betul, lho, Pam, aku marah
Ya, maka aku minta maaf. (Ahmad Tohari, 2015:164)
Berdasarkan kutipan di atas menunjukn aspek superego yang dialami oleh Mulyani ketika ia meminta maaf kepada Pambudi.
4.5. Implementasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah
Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan suatu aktivitas pembelajaran sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasl interaksi dengan lingkungan. Hal ini sudah disinggung pada penjelasan sebelumnya bahwa, implementasi kepribadian tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari adalah sebuah penerapan yang mengajarkan peserta didik, agar siswa dapat bersikap lebih baik dalam menerima semua pembelajaran.
Dalam materi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terkadang seorang guru menemukan beberapa masalah yang dihadapi peserta didik. Salah satunya yaitu keterkaitan peserta didik pada suatu materi, terkadang ada peserta didik yang menyenanginya dan juga yang tidk. Sehinggga hal tersebut dapat menimbulkan dengan cepat rasa bosan dan malas saat proses pembelajaran berlangsung. Penyebabnya yaitu karena menurut sebagian peserta didik pelajaran sastra itu sangat membosankan, jenuh dan membutuhkan waktu yang lama. Bahkan ada yang mengatakan perlu adanya konsentrasi yang tinggi, dan hal itu dapat membuat anak merasa terbebani dalam berpikir.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikemukakan bahwa dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terdapat kerumitan dan masalah yang dihadapi peserta didik dalam proses pembelajaran. Peneliti dapat menyimpulkan, bahwa dari penerapan kepribadian tokoh terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu sebagai peserta didik seharusnya dapat menerima semua materi pelajaran pada saat guru memberikan pelajaran di kelas. Misalnya pada materi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Sebaiknya peserta didik harus mengikuti pembelajaran yang sudah di atur guru dan pihak sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, adanya peran guru di sini sangat pentng untuk menumbuhkan sikap peserta didk ke arah yang positif. Guru harus membuat pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia menjadi pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. Pembelajaran yang menyenangkan di sini adalah guru harus mampu situasi atau kondisi pembelajran yang menyenagkan sehingga ia akan menyesuaikan pelajaran yang diberikan guru secara aktiv dan sesuai dengan tugas serta fungsinya masing-masing. Oleh karena itu, guru harus membuat pembelajaran yang berinovasi.
Pembelajaran yang berinovasi dalam pembelajaran sastra haruslah disesuaikan dengan tujuan pembelajaran sastra itu sendiri, bagaimana tujuan pembelajaran sastra, bagaimana aspek keterbacaan atau bahan ajar yang digunakan sesua tidak dengan tingkat jenjang pendidikan, bagaimana aspek pemilihan bahan bagaimana dengan metodenya, penggunaan medianya, dan bagaimana caranya guru mengevaluasi atau menilai peserta didik dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
4.6.1 Tujuan Pembelajaran Sastra
Berdasarkan uraian dan penjelasan sebelumnya, peneliti telah menerapkan dan mengemukakan tujuan pembelajaran sastra secara umum. Tujuan pembelajaran secara umum, sebagaimana terlihat dalam standar kompetensi dasar di Kurikulum Tingkat Satuaan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran kali ini, peneliti akan membhas secara khusus tujuan pembelajaran sastra yang terlihat dalam standar kompetensi XI semester I di tingkat SMA.
Dengan standar kompetensi membaca 7. Memahami berbagai hikat novel Indonesia/terjemahan. Kompetensi dasar 7.2 menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, tujuan pembelajaran sastra yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar di atas adalah pertama, siswa dapat menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik (alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat) novel Indonesia. Kedua, yaitu siswa dapat menganalisis unsur ekstrinsik dan intrinsik (alur, tema, penokohan, sudut pandang, latar, dan amanat) novel terjemahan. Ketiga, yaitu siswa dapat membandingkan unsur ektrinsik dan intrinsik novel Indonesia dan terjemahan.
4.6.2 Aspek Kurikulum dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Berdasarkan uraian dan penjelasan sebelumnya, peneliti telah memaparkan dan mengemukakan tentang aspek kurikulum dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Kurikulum yang digunakan di dunia pendidikan di Indonesia saat ini aalah kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan kurikulum 2013. Namun dalam rencana penelitian ini yang digunakan adalah KTSP. KTSP mulai dilaksanakan sejak tahun 2016/2017. KTSP memberikan kebebasan kepada setiap sekolah dan guru dalam penerapannya yaitu untuk mendapat mengkreasikan pembelajaran dengan menyesuaikan kondisi fasilitas yang adaagar pelaksanaan dapat tercapai sesuai tujuan.
Standar kompetensi pemebelajaran bahasa Indonesa dalam KTSP mencakup empat kompetensi berbahasa, yaitu kompetensi berbahasa resektif (menyimak, membaca) dan produktif (berbicaa, menulis). Standar kompetensi di atas termasuk juga di dalam kompetensi kesastraan, semua terkait dengan komptensi berbahasa dan tidak ada secara khusus menunjuk satu terlepas darinya.
4.6.3 Pemilihan Bahan Pembelajaran Sastra
Berdasarkan uraian dan penjelasan sebelumnya, peneliti telah memaparkan dan mengemukakan bhwa bahan ajar pembelajaran sastra merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, sebagai perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Bahan yang dimaksud bisa bahan tertulis maupun tidak tertulis. Bahan pembelajaran sastra dijabarkan berdasarkan tujuan yang berupa kompetensi yang akan dicapai, dan sebaliknya tujuan itu sendii dimungkinkan tercapai jika ditunjang oleh bahan yang sesuai. Secara garis besar bahan pembelajaran sastra dapat dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu bahan apresiasi langsung dan apresiasi tidak langsung.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam pemilihan bahan yang tepat dalam implementasi pembelajarn sastra yaitu sesuai dengan kompensi bersastra yang dimiliki peserta didik yaitu dengan secara tidak langsung karena akan mempermudah peserta didik dalam pemahaman apa yang telah dibaca sehingga peserta didik mampu memperoleh berbagai pegalaman kehidupan melaui teks sastra dengan cara yang menyenangkan dan tidak terbatas oleh waktu.
Pada pemilihan bahan ajar ini langkah, pertama yang peneliti jelaskan adalah menjelaskan pengertian novel. Kedua, menjelaskan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Ketiga, peneliti telah mencantumkan kutipan novel Indonesia yang berjudul Di Kaki Bukit Cibalak.
4..6.4 Keterbacaan Teks Sastra
Berdasarkan uraian dn penjelasan sebelumnya, peneliti telah memaparkan dan mengemukakan teks kesastraan adalah bagian dari aspek bahan yaitu erupa bahan ajar pembelajaran sastra. Dalam keterbacaan teks, hendaknya pemilihan bhan disesuaikan denan tingkat perkembangan kejiwaan dan kognitif peserta didik misalnya bahan yang diberikan untuk peserta didik tingkat SD, SMP, SMA, dan mahasiswa tentu saja tidak sama.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bahan keterbacaan teks sastra sangat mempengaruhi peserta didik diberbagai tingkatan seperti di SD, SMP, SMA, dan mahasiswa. Jadi ada perbedaan keterbacaan teks sastra antara peserta didik dan harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik di setiap tingkatan sekolah. Dalam penelitian ini peneliti memilih mata pelajaran Bahasa Indonesia yang ada di kelas XI semester I di tingkat SMA. Dengan standar kompetensi membaca 7. Memahami berbagai hikyt, novel Indonesia/terjemahan. Kompetensi dasar 7.2 menganalisis unsur intrinsik dn ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.
4.6.5 Metode Pembelajaran Sastra
Berdasarkan uraian dan penjelasan sebelumnya, peneliti telah memaparkan dan mengemukakan dalam pembelajaran sastra. Guru harus dapat menentukan metode yang sesuai dengan matei yang akan disampaikan. Dalm hal ini metode yang dipipilih yaitu Cooperative Integrate Reading and Composition dalam kompetensi membaca. Di dalam pembelajaran sastra diperlukannya tingkat pemahaman ynag tinggi pada peserta didik agar dapat memahami maksud pesan yang akan disampaikan dari apa yang telah dibaca.
Dalam pembahasan kali ini, sesuai dengan peran guru, peran siswa, materi, tahap evaluasi pembelajaran sastra, dan tujuan pembelajaran sstra terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar di KTSP mata pelajaran Bahasa Indonesia yang ada di kelas XI semester I di tingkat SMA, dengan standar kompetensi membaca 7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/terjemahan. Kompetensi dasr 7.2. menganalisis unsur intrinsik dan ekstinsik novel Indonesia /terjemahan. Dengan ini, peneliti dapat menggunakan Cooperative Integrate Reading and Composition di dalam pembelajaran sastra.
Metode pembelajaran sastra dengan menggunakan metode CIRC ini, peneliti dapat merasakan bahwa dengan menggunakan metode tersebut, pembelajaran dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar di atas dapat merangsang peserta didik lebih kreatif, melatih untuk membiasakan diri bertukr pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan, melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang laian dan dapat menguasai pelajaran untuk prestasi yang maksimal.pembelajaran metode CIRC adalah metode belajar yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil.
Pembelajaran metode CIRC ini merupakan metode dengan cara peserta didik belajar dalam kerja kelompok kecil yang terbagi atas empat tau sampai enam orang secara heterogen, dan siswa secara bersama saling ketergantungan psositif dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam pembelajaran metode CIRC ini, peneliti dapat mengemukakan bahwa aktivitas atau langkah-langkah dari metode CIRC meliputi hal sebagai berikut.
Membentuk kelompok yang beranggotanya 4 orang yang secara heterogen
Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran
Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
Guru membuat kesimpulan bersama-sama
Penutup
Berdasarkan dan uraian di atas, mengenai aktivitas atau langkah-langkah dari metode CIRC ini, peneliti mengharapkan di dalam pelaksanaannya dan penerapanya dapat bermanfaat bagi peserta didik dan guru Bahas dan Sastra Indonesia. Manfaat yang dapat diambil dan dirsakan adaah peserta didk dapat bekerja sama dengan sesama peserta didik lainnya dalam sasana gotong-oyong, dan banyak mempunyai kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkann keterampilan berkomunikasi.
4.6.6 Media Pembelajaran Sastra
Berdasarkan uraian dan penjelasan sebelumnya, peneliti telah memaparkan dan mengemukakan dalam pengembangan sumber belajar diperlukaan berbagai bentuk media yang digunakan untuk menarik minat siswa dalam proses pembelajaran sehingga tercapailah tujuan yang diinginkan. Media merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam proses pembelajaran. Di dalam penelitian ini media yang sesuai digunakan dalam pembelajaran sastra yaitu media Overhead Transparacies (OHP).
Peneliti menggunakan media OHP di dalam pembelajaran sastra karena media OHP ini dapat dijadikan sarana dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya pada kompetensi dasar yaitu 7.2 menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Dengan menggunakan media OHP sesuai dengan kompetensi dasar di atas, peneliti atau guru Bahasa dan Sastra Indonesia dapat menghantarkan pesan atau informasi kepada peserta didik. Peneliti atau gurujuga dapat memberikan gambaran awal untuk mencari dan menemukan sebuah pemahaman yang saling berkaitan antara media OHP, novel maupun karya sastra lainnya.
Berdasarkan penjelasan dan uraian di atas, peneliti mengharapkan dengan menggunakan media OHP dapat memberikan banyak manfaat yang pertama, dengan menggunakan media OHP, seorang guru dapat memberikan pesan yang diterima peserta didik secara lebih merata. Kedua, yaitu dengan media OHP ini dapat menangkap tujuan dari pembelajaran sastra di sekolah. Ketiga, yaitu dengan menggunakan media OHP pada pembelajaan sastra, peserta didik tidak merasa jenuh dan bosn dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa, proses pembelajaran sastra bis lebih menarik dan menyenangkan bagi peserta didik.
4.6.7 Evaluasi Pembelajaran Sastra
Berdasarkan uraian dan penjelasan sebelumnya, peneliti telah memaparkan dan mengemukakan dalam proses pembelajaran salah satu kompetensi yangharus dikuasai oleh guru adalah evaluasi pembelajaran. Sesuai dengan tuntutana kurikulum yang kini dipergunakan (KTSP) yang menekankan pentingnya pencapaian kompetensi kinerja pembelajaran, tes hasil pembelajaran kesastraan juga harus ditekankan pada kompetensi kinerja bersastra dan bukan sekedar mengetahui dan memahami. Tugas penilaian yang diberikan kepada peserta didik kini tidak harus menuntut mereka menunjukkan pengetahuan dan pemahaman melaui tes merespon jawaban saja, melainkan juga harus berupa unjuk kerj yang menunjukkan seberapa banyak hasil belajar yang telah dicapainya. Pada intinya, peserta didik perlu diminta untuk melakukan sesuatu, sesuatu yang menunjukkan kekhasan sebagai wujud hasil belajar kesastraan.
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, dalam hal ini dilihat dari respon yang dilakukan peserta didik, penilaian yang peneliti pilih yaitu berupa tes atau tugas kompetensi ersastra dengan menyusun jawaban. Satu di antaranya yang peneliti pilih adalah dengan memebrikan tugas menganalisis teks kesastraan. Krena pada tugas ini, peneliti telah memilih dan menyesuaikan dengan kompetensi dasar 7.2 menganalisis unsu intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.
Sejalan denan tes kompetensi kesastraan yang peneliti pilih yaitu ebrupa tes atau tugas kompetensi bersastra dengan menyusun jawaban. Dalam hal ini peneliti memilih tugas-tugas untuk mengukur hasil kompetensi bersastra yaitu berkaitn dengan tes berdasarkan teks fiksi (novel). Tes berdasarkan teks fiksi ini, dilakukan dengan pembuatan soal-soal tes yang berkaitan dengan teks-teks fiksi yang hanya dapat mengutip sebagian naskah atau teks saja.
Menurut peneliti hal tersebut sesuai dengan kompetensi dasar peneliti pilih yaitu dengan kompetensi dasar 7.2. Menganalisis unsur-unsur intrinsik dn ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Untuk pertanyaan tes genre fiksi (novel) ini pada umumnya terdapat pada unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik tersebut. Dalam hal ini peneliti membuat teknik penilaian dengan penugasan individu atau kelompok. Untuk penilaiannya peneliti memilih soal esay dan tes tertulis, karena dapat ,memudahkan peserta didik dalam memahami, dan menghayati kutipan novel di atas.
Berdasarkan penjelasan dan uraian dari keseluruhan pembahasan mengenai evaluasi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa evaluasi di dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dapat dilakukan dengan penilaian terhadap kompetensi sastra itu sendiri. Adapun penilaian kompetensi kesastraan yang penulis pilih yaitu dengan kompetensi dasar 7.2. menganlisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik dakn ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Dalam hal ini tugas penilaian yang diujikan kepada pesert didik adalah lewat tes.
Tes yang dibut yaitu dengan tugas membuat soal berdasarkan teks fiksi berupa mengutip sebagian teks novel dan menganalisis unsur intrinsik dann ekstrinsik novel Di Kaki Bukit Cibalak seperti contoh di atas. Untuk itu peneliti mengharapkan kepada guru Bahasa dan Sastra Indonesia, agar memberikan contoh tes atau tugas kepada peserta didk disesuaikan dengan jenjang pendidikan dan bahan ajar yang akan digunakan. Satu di antaranya yang peneliti pilih adalh tingkat SMA/MA dengan materi menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.
Sejalan dengan uraian di tas, setelh memberikan tes atau tugas yang harus dilakukan bagi seorang pengajar adalah menilai. Untuk menilai jawaban yang diberikan kepada peserta didik, peneliti membuat rubrik penilaian dengan tugas menganalisis novel Di Kaki Bukit Cibalak. Dengan ini, tugas atau tes yang telah dikerjakan dn diujikan oleh peserta didik dapat dinilai berupa penskroran oleh guru. Hal ini dapat embuat peserta didik lebih dihargai ats usaha belajarnya di dalam pembelajaran sastra.
4.6.8 Pedoman Penskoran
Berdasarkan uraian dan penjelasan sebelumnya, peneliti telah memaparkan dan mengemukakan di dalam setiap pembelajaran diperlukan adanya penilaian agar dapat mengetahui sebeapa besar keberhasilan pembelajaran yang telah dicapai. Penilitian sastra dapat berupa merespon jawaban yang telah disediakan atau dengan mengkreasikan jawaban sendiri berdasarkan pemahamannya baik lisan maupun tulis.
Dalam melakukan penilaian harus membuat pedoman penskoran untuk memudahkan dalam menilai. Pedoman penskoran pembelajaan sastra di atas, sebelumnya yang dilaksankan sebelum menilai adalh seorang guru harus membuat dan menyusun Rencan Pelaksanaan Pembelajaran (PP) terlebih dahulu. Dalam penelitin ini peneliti membuat tugas yaitu menganalisis rubik penilaian dengan tugas menganalisis novel Di Kaki Bukit Cibalak. Dalam hal ini, aspek yang dinilai adalah berdasarkan ketepatan analisis, ketepatan argumentasim penunjukkan bukti pendukungm ketepatan kata atau kalimat, dan gaya penuturan.
Adapun gambaran dalam rubik penilaian penskoran sebagai berikut.
Contoh Rubrik Penilaian penskoran sebagai berikut.
No.
Aspek yang DinilaiTingkat Capaian Kinerja123451. Ketepatan Analisis2.Ketepatan Argumentasi3.Penunjukan bukti pendukung4.Ketepatan kata dan kalimat5.Gaya penuturanJumlah Skor
Sejalan dengan penjelasan dan uraian di atas untuk lebih memudahkan, merencanakan dana melaksanakan dari implementasi kepribadian tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia nanti, maka peneliti dapat menyusun sebuah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan kompetensi sastra yang akan dicapai.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan mengenai kepribadian tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari. Simpulan hasil penelitian ini didasarkan pada rumusan masalah, tujuan, dan hasil analisis data penelitian. Sehubungan dengan itu, terdapat empat temuan yang dapat dirumuskan dalam simpulan ini. Keempat temuan itu adalah pertama, id tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari, kedua ego tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari, ketiga, superego dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari, dan keempat implementasi kepribadian tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari tehadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Dari temuan di atas, dapat diuraikan sebagai berikut.
Id tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari adalah mengenai sifat dan tingkah laku dialami oleh setiap tokoh yang berhubungan dengan prinsip kesenangan yaitu selalu mencari kenikmatan dan selalu menghindari ketidaknyaman. Aspek id yang di tonjolkan tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari adalah kesenangan dan kenyaman yang ada dalam diri tokoh, dan mempunyai banyak keinginan yang kuat yang ada di dalam setiap tokoh.
Ego tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari adalah ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Aspek ego yang diperlihatkan tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari adalah adanya usaha yang dilakukan tokoh untuk memenuhi keinginan id dan terhalang oleh prinsip realitas sehingga menimbulkan benturan psikologi, yaitu adanya perasaan bingung dan cemas.
Superego dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari adalah yang mengacu kepada nilai-nilai moral kepribadian. Superego sama halnya dengan hati nurani yang dapat memberikan penilaian yang mana baik dan buruk, benar atau salah, susila atau tidak. Aspek supergo yang ada pada tohoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari adalah menentukan kebenaran dan penyesalan yang ada dalam diri tokoh.
Implementasi kepribadian tokoh dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah siswa di sekolah baik tingkat SMP maupun SMA mempelajai tentang novel. Novel yang diambil dari berbagai sumber yang bersifat mendidik. novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari bisa digunakan guru sebagai salah satu alternatif, karena novel Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari ini bersiat mendidik dan dapat memotivasi siswa untuk bersikap jujur, mewujudkan keinginan dan cita-cita dengan semangat pantang menyerah.
Saran
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, berbagai saran yang perlu dipertimbangkan mengenai kepribadin tokoh dalam Di Kaki Bukit Cibalak karya Ahmad Tohari yaitu:
Peneliti menyarankan kepada guru Bahasa dan Sastra Indonesia dan siswa untuk menjadikan penelitian ini sebagai contoh penganalisisan tentang kepribadian di dalam pembelajaran kepada siswa. Namu, kesulitan yang akan dihadapi oleh siswa, yaitu membedakan antara id, ego, dan superego sehingga guru harus menjelaskan dengan detail.
Untuk penerapan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, peneliti menyarankan kepada guru Bahasa dan Sastra Indonesia agar di dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, sebaiknya guru menggunakan metode dan media pembelajaran yang tepat agar pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ini, siswa diharapkan mampu memahami dan menjadikan pembelajaran ini sebagai pembelajaran yang menarik untuk dipahami, serta menjadikan pembelajaran ini sebagai pembelajaran yang berinovasi dan berguna bagi para siswa itu sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Arsad. Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Perada.
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian edisi revisi. Malang:UMM Press.
Endrawarsa, Suwardi. 2013. Metodologi Pendidikan Sastra. Jogjakarta CAPS
Esten, Mursal. 2013. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah Sastra. Bandung: Angkasa
Moleong. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Minderop, Albertine. 2013. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Nurgiantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta. Gajah Mada:
University Press.
Nurgiantoro. Burhan. 2014. Penilaian Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta
Ratna, Nyoman Kutha. 2013 Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tohari, Ahmad.2015. Di Kaki Bukit Cibalak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Semi, M.Atar 2012. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa
Wicaksono, Andri. 2014. Pengkajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gramedia
Wellek, Rene dan Austin Warren. 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia
Sadikin, Mustofa. 2011. Kumpulan Sastra Indonesia. Jakarta. Gudang Ilmu
Setyorini, Ririn. Dkk. “Kepribadian Tokoh Utama dan Nilai Pendidikan Kerja Keras pada novel Entrok Karya Okky Madasari dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di Perguruan Tinggi (Kajian Psikologi sastra). “Jurnal S2 Pendidikan bahasa Indonesia 1.1 (2016)
Suryabrata, Sumadi. 1982. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persad
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Zaviera, Ferdinand. 2016. Teori Kepribadian Sigmund Freud. Jogjakarta: Prismasophie
Comments
Post a Comment